PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Ilmu Tauhid dan
implikasinya
Kelas :3A
ENGLISH
EDUCATION STUDY PROGRAM
FACULTY
OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION
MUHAMMADIYAH
UNIVERSITY OF BENGKULU
Pengertian tauhid,macam-macam dan implikasinya dalam
berbagai aspek kehidupan.
MACAM-MACAM TAUHID
Sasaran
Belajar
Setelah mengikuti
pembelajaran ini,Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
macam-macam tauhid secara komrehensif
dan cara membentuk sistem kekebalan iman. Untuk itu, mereka harus pula dapat
menjelaskan
Tauhid Rububiyyah
Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Asma’wa’sifat
Tauhid af’al
Hubungan antara tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah
A.
Macam-Macam Tauhid
Menurut para ulama
ahli Ulma Ilmu Tauhid (disebut juga Ilmu ‘Aqaid, Ilmu Ushuluddin, dan
Ilmu Kalam). Ilmu Tauhid disebut Ilmu Aqaid karena yang dibahas dalam ilmu
tersebut mengenai aqidah dan keyakinan hati hingga pelaksanaan keyakinan oleh
orang beriman. Ilmu Tauhid disebut Ilmu Ushuluddin karena ilmu ini membahas
tentang pokok-pokok agama (ushul), bukan menganai furu’ atau cabang-cabang
dalam agama, seperti ilmu fiqih. Itulah sebabnya diantara objek nyata
ilmu ini membahas tentang iman, kufur, nifaq, syirik, dan fasiq, dan
seluk-beluknya dari hal-hal tersebut. Ilmu Tauhid disebut dengan Ilmu Kalam
karena di dalam pembentukan ilmu ini salah satunya bertolak dari
diskusi-diskusi dan seminar tentang ‘kalaam Allah’ itu baharu atau qadim
(dahulu), makhluk atau bukan makhluk. Dalam pembahasan oleh para ahlinya
memerlukan argumen-argumen filosofis tingkat tinggi hingga berlanjut pada
pertentangan fisik antar kelompok (madzhab) pemikiran kalam karena terdapat
kebijakan pemerintah menerapkan tes akidah secara paksa kepada para pejabat dan
selanjutnya kepada rakyat sipil. Materi tes itu adalah Alquran itu makhluk atau
bukan, qadim atau baharu. Jika yang dites itu menjawab Alquran itu tidak qadim
dan Alquran itu dan makhluk, maka orang itu dikenai hukuman berat.
Pemerintah yang berkuasa di Baghdad ketika itu adalah al-Ma’mun dan bermadzhab
Mu’tazilah. Madzhab ini menjadi madzhab kalam resmi Negara.
Tauhid dibagi
menjadi empat macam, yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, tauhid asma’ wa
sifat, dan tauhid af’al. Adapun penjelasannya akan diuraikan satu demi satu.
B. Tauhid
Rububuyyah
1. Pengertian Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Tuhan. Pengertian
mengesakan Tuhan adalah hati meyakini bahwa Tuhan itu esa, lisan mengatakan
bahwa Tuhan itu Esa. Seluruh perbuatannya ditujukan semata-mata untuk memenuhi
perintah-perintah, anjuran-anjuran, meninggalkan larangan, anjuran untuk
ditinggalkan yang semuanya itu dari Tuhan. Dalam menyeru, berdoa, dan meminta
pertolongan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa itu adalah
Allah swt. Di dalam menyeru, berdoa, dan memohon pertolongan kepadanya harus tanpa
perantara, melainkan langsung kepada-Nya. Allah tidak pernah mengangkat
asisten, ajudan bagi orang-orang atau para hambanya yang memiliki keperluan
kepada-Nya.
Sungguh sangat
tersesat apabila ada orang yang mengatakan bahwa, memohon kepada Allah itu harus
memakai perantara atau wasilah. Ingin menghadap kepada Presiden, Gubernur, dan
Bupati saja tidak bisa langsung, melainkan harus melalui ajudan berlapis,
apalagi menghadap atau memohon kepada Allah yang jauh lebih tinggi – tanpa
tanding derajatnya. Memohon kepada Allah, kalau ingin lebih terkabul ya, ,
harus memakai wasilah para Waliullah (kekasih Allah) seperti Syeikh Abdul Qadi
Jailani atau Jilani, Syeikh Bahaudin an-Naqshabandi, Syeikh Junad al-Baghdadi
atau Syeikh-Syeikh lain yang tergolong Waliullah. Kesesatan berpikir ini adalah
menyamakan derajad makhluk kepada Allah swt, Dzat Yang Maha Suci. Mereka lupa
atau nekad bahwa, Allah sendiri menyatakan dengan jelas agar menyembah dan
memohon pertolongan langsung kepadanya. Demikian Allah menuntun kita:
Hanya Engkaulah
yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan (QS.
Al-Fatihah/1 : 5)
Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah
: suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib
tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang
sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya.Juga membahas tentang
rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan
(dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada
diri mereka.[5]
2.
Pengertian Rabb dan Rububiyyah
Rububiyyah’
berasal dari kata ’Rabb’ dan berarti pemelihara, pengasuh, penolong,
pengusa, pengatur, pelindung, pendidik, dan pencipta alam semesta seisinya,
lengkap dengan hukum-hukum yang berlaku atau secara teknis disebut sunnatullah
di dalamnya.
Kemudian, secara
praktis tauhid Rububiyyah adalah beriman bahwa Allah sebagai pencipta,
penguasa, dan pengatur segala sesuatu yang ada di alam semesta. Tauhid
rububiyyah meliputi antara lain: Beriman kepada Allah sebagai Yang
Berbuat, seperti mencipta, memberi rezeki, mematikan dan menghidupkan. Beriman
bahwa Allah lah yang menentukan qada’ dan qadar yang berlaku bagi
setiap makhluk.
Dalil yang
menunjukkan Allah sebagai Rabb antara alain:
الا له الخلق و
الامر (Ketahuilah milik-Nya segala makhluk dan urusan.QS.al-A’raf/7 :
54).
الحمد لله رب
العالمين (Segala puji milik Allah Rabbul-‘alamiin – QS. al-Fatihah/1 :1
خلق لكم ما في
الارض جميعا (Dia telah menciptakan bagi kamu apa-apa yang di bumi
secara keseluruhan – QS al-Baqarah/2 : 29) Secara prinsip orang kafir,
dulu kafir Makkah, tetap percaya tentang tauhid Rububiyyah ini, Demikian
Alquran menyatakan:
Katakanlah:
“Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar.
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak
bertakwa?” (QS. al-Mu’min/23 : 86-87).
Maknanya,
menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan,
memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan menolak segala mudharat. Dzat
yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala
sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah. Dari sini, seorang
mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam
hal ini. Allah mengatakan: “’Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan
tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al
Ikhlash: 1-4)
C.
Tauhid Uluhiyyah
1.
Pengertian Ilah dan Uluhiyyah
Arti ‘Ilah’ adalah Tuhan yang disembah. Dari kata ‘Ilah’
setelah dibentuk menjadi ‘uluhiyyah’ berarti hal-hal yang terkait dengan
persembahan. Kata ‘Ilah’ (Tuhan) menunjuk nama tertentu, dalam Islam ‘Ilah’ itu
adalah Allah swt. Dengan demikian, yang dimaksud dengan tauhid uluhiyyah adalah
meyakini bahwa hanya Allah saja lah yang berhak disembah atau diibadahi,
termasuk di dalamnya adalah disucikan, dihormati, dimohoni pertolongan, dipuja
dan dipuji, disanjung, diagungkan, dan dijadikan dasar bersumpah dalam
meyakinkan suatu kebenaran – umpama tidak mengakui tuduhan berzina karena
memang tidak melakukannya. Allah memang memerintahkan kepada orang-orang
beriman untukmenyembah kepadanya, demikian firman-Nya:
Yang memiliki
sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain
Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara
segala sesuatu (QS. Al-An’Am/6 : 102).
Menyembah hanya
kepada Allah itu satu-satunya jalan yang benar. Demikian Alquran menyatakan:
Sesungguhnya
Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang
lurus.”(QS.AliImran/:51; Baca pula QS.Maryam/19 : 36; dan QS.az-Zukhruf/43 :
64).
Menurut
perintahnya, di dalam menyembah Allah harus benar-benar sampai kulaitas yakin,
demikian perintah-Nya:
Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu
yang keyakinan (QS. Al-Hijir/15 : 99).
Sudah barang
tentu, untuk sampai pada penyembahan berkualitas yakin haruslah benar mukhlish.
Pikiran, perasaan, keyakinan, dan gerakan-gerakan dalam menyembah kepada-Nya
benar-benar berkonsentrasi secara penuh. Itulah yang dikehendaki Allah.
Demikian firman-Nya:
Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.
Al-Bayyinah/98 : 5).
Contoh konkrit
penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah di
mana ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut
datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat
atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut
atau sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu
berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan
sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika
terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan hutang.
2.
Implikasi Bertauhid Uluhiyyah
Implikasi dari
pengertian itu, tauhid uluhiyyah, jika ada seseorang atau kelompok orang Islam
menamakan diri sebagai ‘Jamuro’ [jamaah memuja Rasul], itu jelas tidak benar
alias sesat. Rasulullah tidak pernah meminta dirinya untuk dipuja, dan
tidak ada sepotong ayat pun yang memerintahkan agar orang Islam memuja kepada
Rasulullah. Perintah Allah kepada orang beriman adalah berdoa untuk keselamatan
dan kesejahteraan Rasul, sekali lagi, , , bukan memujanya. Demikian perintah
Allah dimaksud:
Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS.
Al-Ahzab/33 : 56).
Membaca shalawat
dan salam intinya adalah berdoa kepada Allah dan bukan memujanya. Karena ini
perintah Allah, Rasulullah juga mengimani dan menyetujuinya. Itulah sebabnya
beliau bersabda yang arti intinya adalah barang siapa bershalawat kepadanya
satu kali saja, beliau membalas kepadanya bershalawat 10 kali untuknya.
Di akhir-akhir
masa hidupnya, beliau mewanti-wanti kepada umatya kalau ingin selamat
bukan untuk memujanya, melainkan meninggalkan wasiat atau pesan demikian:
“Taraktu fiikum amraini. Lan tadlilluu abadaa maa intamassaktum bihimaa,
kitaaballaahi wa sunnata Rasuulihi” ( Aku tinggalkan kepada dua perkara. Kamu
tidak akan pernah tersesat selagi berpegang teguh keduanya, yaitu kitabullah
(Alquran) dan sunnah Rasulnya – al-Hadis). Di dalam kedua naskah suci itu
terdapat aneka petunjuk cara memperoleh keselamatan dunia-akhirat, dicintai,
disayangi, dan diridlai Allah dan Rasulullah. Demikian Allah berfirman:
Katakanlah: “Jika
kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Ali
Imran/3 : 31).
C.
Tauhid Asma’ wa Sifat.
Beriman bahwa
Allah itu memiliki sifat dan nama yang hanya dimiliki Allah semata, meskipun
secara bahasa ada kesamaan dengan sifat yang dimiliki manusia atau secara umum
makhluk. Sifat-sifat makhluk, termasuk manusia sangat terbatas, sedanf sifat
Allah tidak terbatas. Manusia memang memiliki sifat cinta kasih, sekali lagi,
amat terbatas. Cinta kasih Allah tidak terbatas, cinta kasih-Nya dicurahkan
kepada seluruh makhluk secara abadi. Itulah yang dimaksud dengan ar-Rahmaan dan
ar-Rahiim.
Dalil bahwa Allah
memiliki asma’ dasebutkan dalamAlquran sebagai berikut:
Hanya milik Allah
asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan (QS. al-A’raf/7 : 180).
Kemudian sifat
atau nama-nama Allah itu, mengacu pada ayat tersebut populer disebut al-asma’
al-husna (nama-nama Allah yang indah). Jika kita berdoa supaya menyeru dengan
nama-nama tersebut, umpama memohon kepada-Nya supaya diberi ilmu pengetahuan,
maka dalam berdoa berseru kepada-Nya ‘Yaa ‘Aliim’ (wahai Dzat Yang Maha
Pintar); memohon supaya diberi kemurahan rezeki, maka berseru kepada-Nya ‘Ya
Razzaaq (wahai Dzat Pemberi rezeki); memohon supaya dianugerahi keselamatan dan
kesucian iman, maka berseru kepada-Nya ‘Ya Qudduusu Ya Salaam’ (wahai Dzat Yang
Maha Suci dan Maha Pemberi keselamatan, dan memohon kepada-Nya supaya
permohonanya dikabulkan maka berseru lepada-Nya yaa Wahhaab, yaa Mujiib
as-Saailiin.
Allah memiliki
sifat. Oleh para teolog, utamanya dari kaum Asy’ariyyah, sifat Allah dibagi
menjadi tiga bagian: (1) Sifat wajib berjumlah 20, yaitu: wujud (Ada),
Qidam (Dahulu), Baqa.’ (Kekal), Mukhalafatu lil Hawadisi (Berbeda dengan segala
sesuatu), Qiyamu binafsihi (Berdiri sendiri), wahdaniyyah (Yang Esa), Qudrah
(Yang Kuasa), Iradah (Yang berkehendak), ‘Ilmu ( Mengetahui), Hayyah (
Hidup), Sama’ (Mendengar), Bashar ( Melihat), Kalam ( Berfirman),
Qaadiran (Yang Maha Berkuasa), Muriidan (Yang Memiliki Kehendak), ‘Aliman (Yang
Maha Mengetahui), Hayyan (Yang Maha Hidup), Samii’an (Yang Maha Mendengar),
Bashiiran (Yang Maha Melihat), Mutakaaliman( Yang Berfirman. (2) Sifat muhaal
(mustahil – tidak mungkin terjadi) berjumlah 20, yaitu: ‘adam (yang tidak ada),
Mumaasilatu lilhawaadis (menyamai dengan yang baru), fanaa’ (yang hancur),
qiyamuhu ma’a ghairihi (berdiri bersama-sama dengan yang lain), ta’addud
(berbilang), ‘ajzun (lemah), karahah (terpaksa), jahl (bodoh), al-maut
(meninggal), al-a’ma (yang buta), al-‘umyu (yang buta), al-bukmu (yang bisu),
ash-shummu (yang tuli), ‘Aajizan (yang lemah), jaahilan
(yang bodoh), Mayyitan (yang mati), ‘amiyan (yang buta), baakiman (yang bisu),
shaamiyan (yang tuli), (3), Jaaiz (yang berwenang untuk
berbuat atau tida berbuat.
Sedangkan kata “sifat” dalam bahasa Arab berbeda dengan
“sifat” dalam bahasa indonesia. Kata “sifat” dalam bahasa arab mencakup segala
informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi benda” dalam
bahasa arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya,
tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang
dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi
lainnya yang ada pada benda tersebut.Dengan demikian, kata “sifat Allah” mencakup perbuatannya, kekuasaannya, apa saja yang ada pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Karena itu, sering kita dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.
D.
Tauhid Af’al
Yang
dimaksud dengan tauhid af’aal adalah meyakini bahwa di dalam menciptakan
alam semesta ini hanya Allah sendiri, tidak ada syarikat pada-Nya, dan tidak
membutuhkan bantuan apa dan siapa pun. Jika Allah berkehendak terhadap sesuatu
Dia hanya cukup berfirman ’kun’ dan pasti terjadi. Demikian Alquran menyatakan:
Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
“Jadilah!” maka terjadilah ia.
Dengan firman
’kun’ alam semesta, lengkap dengan hukum-hukum tetapnya Ia cipta dan
terjadi sesuai dengan kehendak-Nya, tanpa meleset sedikit pun. Demikian
pernyataan Alquran bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu:
Allah menciptakan
segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu (QS.az-Zumar/39 : 62; lihat
juga QS. Al-Fathir/40 : 62).
Sifat-sifat yang
dimiliki Allah SWT. Ada yang termasuk dalam sifat-sifat zat dan ada yang
termasuk dalam sifat-sifat Af’al (perbuatan). Sifat-sifat zat yaitu sifat-sifat
subutiah atau sifat-sifat maknawiyah, yakni sifat hidup, mengetahui, berkuasa,
berkehendak, mendengar, melihat dan berfirman.
Adapun sifat-sifat Af’al
itu ialah seperti sifat menciptakan dan memberi rejeki. Jadi, Allah yang maha
menciptakan dan maha pemberi rejeki. Dialah yang membuat makhluk ini dan juga
yang mengaruniakan rejeki kepada mereka. Adapun yang dimaksud dengan tauhid
Af’al atau Esa dalam perbuatannya ialah bahwa alam semesta ini seluruhnya
ciptaan Allah, tidak ada bagian-bagian alam yang diciptakan oleh selain Allah
SWT. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam mencipta, memerintah dan menguasai
kerajaan-Nya. Allah SWT berfirman:
“tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta
segala sesuatu…” (QS. Al-An’am:102)
E.
Hubungan antara Tauhi Uluhiyyah dan Tauhid Rububiyyah
Tauhid uluhiyyah tidak bisa dipisahkan dengan tauhid rububiyyah. Orang hanya
bertauhid rububiyyah tentu tidak beragama. Orang-orang jahiliah juga percaya
bahwa yang menciptakan alam semesta adalah Allah, jadi mereka bertauhid
rububiyyah. Di lain pihak banyak yang tampaknya bertauhid uluhiyyah, menyembah
kepada Allah seperti rajin melakukan shalat sunnat dan shalat wajib, tetapi
juga sering meminta pertolongan kepada roh-roh leluhur, roh-roh yang diyakini
sabagai wali Allah,maupun roh-roh yang berada pada benda-benda: akik, keris,
dan lain-lain. Mereka ini hakikatnya adalah musyrik dan ridak lagi bertauhid
uluhiyyah, yaitu telah mewayuh sesuatu yang disembah. Allah disamakan dengan
mnakhluk untuk disembah. Untuk berislam yang benar harus lah bertauhid secara
integral dalam keempat jenis tauhid. Inilah tauhid yang murni, tidak ada
campuran dengan kepercayaan-kepercayaan asing dari Islam.
Berikut ini akan
diikhtisarkan hubungan saling meresap antara tauhid uluhiyyah dan tauhid
rububiyyah:
Taat kepada
makhluk hanya dibenarkan sepanjang diatur oleh Allah umpama taat kepada
pemimpin pemerintahan (athi’u-llaah wa athi’u-Rrasuul wa Uulil amri minkum).
Dalam hal ini esensinya adalah taat kepada Allah dan Rasulnya. Taat kepada Rsul
karena diperintahkan oleh Allah.
Tauhid uluhiyyah
didasarkan pada dua hal (1) menjalankan semua ibadah hanya semata-mata karena
Allah Allah, (2) ibadah yang dilaksanakan harus sesuai dengan perintah dan
larangan Allah dan tidak boleh mengarang sendiri.
c. Tauhid uluhiyyah merupakan tema inti dan pokok bagi semua Rasul.
Tauhid uluhiyyah
merupakan pra-syarat bagi yang hendak memeluk agama yang berinti pada tauhid
uluhiyyah.
e.
Tauhid uluhiyyah lebih terkait dengan al-Af’al al-‘ibad (perbuatan
hamba) dan tauhid Rububiyyah terkait al-af’al ar-Rabb (yang berkuasa, yang
mencipta, yang memelihara dst, , ,). Dengan demikian tauhid uluhiyyah
menegakkan tauhid rububiyyah.
Hubungan
diantara keduanya dapat disimpulkan: tauhid rububiyyah menuntut keberadaan
tauhid uluhiyyah dan tauhid al-asma’ wa ash-shifat; tauhid uluhiyyah harus dilandasi
oleh tauhid rububiyyah dan tauhid al-asma’ wa ash-shifat. Hubungan segitiga
ketauhidan ini disebut tad}ammuniyyah (saling ada keterkandungan)
Penutup
Harapan kami kepada para mahasiswa bersedia menerapkan konsep tauhid
murni dan konsekuen dalam semua jenis tauhid, yaitu tauhid uluhiyyah, tauhid
rububiyyah, tauhid asma’ wa sifat, dan tauhid af’al dalam semua aspek kehidupan
yang denotatanya antara lain tauhid sosial, tauhid politik, taihid dalam semua
aksi, dan tauhid profesi. Amin. Semoga bahan pembelajaran ini benar-benar ada
manfaatnya bagi penulis dan para peserta pembelajaran.
RANGKUMAN
Tauhid adalah mengesakan Tuhan. Pengertian
mengesakan Tuhan adalah hati meyakini bahwa Tuhan itu esa, lisan mengatakan
bahwa Tuhan itu Esa. Seluruh perbuatannya ditujukan semata-mata untuk
memenuhi perintah-perintah, anjuran-anjuran, meninggalkan larangan, anjuran
untuk ditinggalkan yang semuanya itu dari Tuhan. Dalam menyeru, berdoa, dan
meminta pertolongan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa itu
adalah Allah swt. Di dalam menyeru, berdoa, dan memohon pertolongan kepadanya
harus tanpa perantara, melainkan langsung kepada-Nya. Allah tidak pernah
mengangkat asisten, ajudan bagi orang-orang atau para hambanya yang memiliki
keperluan kepada-Nya
|
TAUHID ILAH ATAU ULLUHIYAH
Arti ‘Ilah’ adalah Tuhan yang disembah. Dari kata ‘Ilah’
setelah dibentuk menjadi ‘uluhiyyah’ berarti hal-hal yang terkait dengan
persembahan. Kata ‘Ilah’ (Tuhan) menunjuk nama tertentu, dalam Islam ‘Ilah’
itu adalah Allah swt. Dengan demikian, yang dimaksud dengan tauhid uluhiyyah
adalah meyakini bahwa hanya Allah saja lah yang berhak disembah atau
diibadahi, termasuk di dalamnya adalah disucikan, dihormati, dimohoni
pertolongan, dipuja dan dipuji, disanjung, diagungkan, dan dijadikan dasar
bersumpah dalam meyakinkan suatu kebenaran
|
TAUHID RUBUBIYAH
Rububiyyah’
berasal dari kata ’Rabb’ dan berarti pemelihara, pengasuh, penolong,
pengusa, pengatur, pelindung, pendidik, dan pencipta alam semesta seisinya,
lengkap dengan hukum-hukum yang berlaku atau secara teknis disebut
sunnatullah di dalamnya.
Kemudian, secara
praktis tauhid Rububiyyah adalah beriman bahwa Allah sebagai pencipta,
penguasa, dan pengatur segala sesuatu yang ada di alam semesta. Tauhid
rububiyyah meliputi antara lain: Beriman kepada Allah sebagai Yang
Berbuat, seperti mencipta, memberi rezeki, mematikan dan menghidupkan.
Beriman bahwa Allah lah yang menentukan qada’ dan qadar yang
berlaku bagi setiap makhluk.
|
TAUHID ASMA WASIFAT
Beriman bahwa
Allah itu memiliki sifat dan nama yang hanya dimiliki Allah semata, meskipun
secara bahasa ada kesamaan dengan sifat yang dimiliki manusia atau secara
umum makhluk. Sifat-sifat makhluk, termasuk manusia sangat terbatas, sedanf
sifat Allah tidak terbatas. Manusia memang memiliki sifat cinta kasih, sekali
lagi, amat terbatas. Cinta kasih Allah tidak terbatas, cinta kasih-Nya
dicurahkan kepada seluruh makhluk secara abadi. Itulah yang dimaksud dengan
ar-Rahmaan dan ar-Rahiim.
|

No comments:
Post a Comment