
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TASAWUF DAN TAREKAT
DISUSUN
OLEH:
RIZKI JUNINA SALAMAH (1221110027)
INTAN PRILIA (1221110124)
DWI WAHYU PUTRI (1221110056)
YOSI CAHAYA PUTRI (1221110107)
RIRIN WIDYAS TUTY (1221110034)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PRODI BAHASA INGGRIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat Islam dalam perjalanan sejarahnya tidak pernah
bebas dari perselisihan antarsesama yang kadang-kadang memuncak sampai pada
level yang sangat memprihatinkan. Banyak sekali faktor-faktor yang memicu
kondisi semacam ini. Selain kepentingan politik dan ekonomi, salah satu faktor
yang sangat dominan dan menghambat terciptanya kesatuan dan persatuan umat
Islam dalam suasana ukhuwah yang mesra adalah sikap tamaththu’ (sok suci,
konsekuen), tatharruf (ekstrem) dan ta’ashshub (fanatik), sebuah sikap yang
membuat pemiliknya cenderung memutlakkan pendapat dan pemahaman sendiri sebagai
yang paling benar tanpa mencoba memahami secara bijak pendapat dan pemahaman
orang lain. Sikap ini bahkan kerapkali melahirkan kegemaran menghakimi dan
memvonis orang lain sebagai sesat dan menyesatkan. Faktor lain yang justru
menjadi pangkal dari sikap ini adalah literatur dan informasi yang tidak
memadai sehingga menimbulkan pemahaman yang tidak utuh.
Tasawuf dan tarikat adalah korban yang paling sering
dihujat sesat oleh saudara-saudara seiman yang didominasi oleh sikap tersebut.
Mereka memandang tasawuf dan tarikat sebagai sarang bid’ah – hal-hal yang baru
yang diklaim tidak pernah diajarkan dalam Islam atau tidak pernah dilakukan dan
diperintahkan oleh Rasul Dalil utama yang sering dikemukakan mereka adalah
hadis Nabi saw yang sangat terkenal dan diriwayatkan oleh banyak imam hadis,
“Hindarilah perkara-perkara yang baru
(diada-adakan), karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan bid’ah
adalah sesat.”
B. Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini, kami akan merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian tasawuf ?
2.
Apakah pengertian tarekat ?
3.
Bagaimanakah posisi tarekat dalam islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
TASAWUF
Imam al-Qusyairi dalam al-Risalah-nya mengutip 50
definisi dari ulama Salafi; sementara Imam Abu Nu’aim al-Ishbahani dalam
“Ensiklopedia Orang-Orang Suci”-nya Hikayat al-awliya’ mengutip sekitar 141
definisi, antara lain:
“Tasawuf adalah bersungguh-sungguh melakukan suluk
yaitu `perjalanan’ menuju malik al muluk `Raja semua raja’ (Allah `assa wa
jalla).”
“Tasawuf adalah mencari wasilah `alat yang
menyampaikan’ ke puncak fadhilah `keutamaan’.”
Definisi paling panjang yang dikutip Abu Nu’aim
berasal dari perkataan Imam al-Junaid RA. ketika ditanya orang mengenai makna
tasawuf:
“Tasawuf adalah sebuah istilah yang menghimpun
sepuluh makna:
a.
Tidak terikat dengan
semua yang ada di dunia sehingga tidak berlomba- lomba mengerjarnya.
b.
Selalu bersandar kepada
Allah `azza wa jalla,.
c.
Gemar melakukan ibadah
ketika sehat.
d.
Sabar kehilangan dunia
(harta).
e.
Cermat dan berhati-hati
membedakan yang hak dan yang batil.
f.
Sibuk dengan Allah dan
tidak sibuk dengan yang lain.
g.
Melazimkan dzikir khafi
(dzikir hati).
h.
Merealisasikan rasa
ikhlas ketika muncul godaan.
i.
Tetap yakin ketika
muncul keraguan dan Teguh
kepada Allah dalam semua keadaan. Jika semua ini berhimpun dalam diri
seseorang, maka ia layak menyandang istilah ini; dan jika tidak, maka ia adalah
pendusta. [Hilayat al-Awliya]
Beberapa fuqaha `ahli fikih’ juga mengemukakan
definisi tasawuf dan mengakui keabsahan tasawuf sebagai ilmu kerohanian Islam.
Di antara mereka adalah: Imam Muhammad ibn Ahmad ibn Jazi al-Kalabi
al-Gharnathi (w. 741 H.) dalam kitabnya al Qawanin al Fiqhiyyah li Ibn Jazi
hal. 277 menegaskan:
“Tasawuf masuk dalam jalur fiqih, karena ia pada
hakikatnya adalah fiqih batin (rohani), sebagaimana fiqih itu sendiri adalah
hukum-hukum yang berkenaan dengan perilaku lahir.”
Imam `Abd al-Hamid al-Syarwani, dalam kitabnya Hawasyi al-Syarwani VII, menyatakan: “Ilmu batin (kerohanian), yaitu ilmu yang mengkaji hal ihwal batin (rohani), yakni yang mengkaji perilaku jiwa yang buruk dan yang baik (terpuji),itulah ilmu tasawuf.”
Imam `Abd al-Hamid al-Syarwani, dalam kitabnya Hawasyi al-Syarwani VII, menyatakan: “Ilmu batin (kerohanian), yaitu ilmu yang mengkaji hal ihwal batin (rohani), yakni yang mengkaji perilaku jiwa yang buruk dan yang baik (terpuji),itulah ilmu tasawuf.”
Imam Muhammad `Amim al-Ihsan dalam kitabnya Qawa’id
al-Fiqih, dengan mengutip pendapat Imam al-Ghazali, menyatakan:
“Tasawuf terdiri atas dua hal: Bergaul dengan Allah
secara benar dan bergaul dengan manusia secara baik. Setiap orang yang benar
bergaul dengan Allah dan baik bergaul dengan mahluk, maka ia adalah sufi.”
Definisi-definisi tersebut pada dasarnya saling
melengkapi satu sama lain, membentuk satu kesatuan yang tersimpul dalam satu
buhul: “Tasawuf adalah perjalanan menuju Tuhan melalui penyucian jiwa yang
dilakukan dengan intensifikasi dzikrullah”.
Pengertian tasawuf
yang di dalam bahasa asing disebut mystic atau sufism, berasal dari
kata suf yakni wol kasar yang dipakai oleh seorang muslim yang
berusaha dengan berbagai upaya yang telah ditentukan untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Orang yang melakukan upaya demikian disebut sufi dan
ilmu yang menjelaskan upaya-upaya serta tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh
untuk mencapai tujuan dimaksud dinamakan ilmu tasawuf.
Ilmu
tasawuf adalah
ilmu yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusia dalam rangka usaha
mencari dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan pengembangan rohani, kaum
sufi ingin menyelami makna syari’ah secara lebih mendalam dalam rangka
menemukan hakekat agama dan ajaran agama Islam. Bagi kaum sufi yang
mementingkan syari’ah dan hakikat sekaligus, shalat misalnya, tidaklah hanya
sekedar pengucapan sejumlah kata dalam gerakan tertentu, tetapi adalah dialog
spiritual antara manusia dengan Tuhan.
Ada 5 (lima) aliran tasawuf, yakni:
1.
Qadiriyah,
aliran ini memuliakan pendirinya Abdul Qadir al- Jailani (116 M). Menurut para
pengikutnya, Abdul Qadir al-Jailani adalah orang suci.
2.
Rifa’iyah,
aliran ini didirikan oleh Muhammad ar-Rifa’i (1183 M). Tarikat Rifa’i terkenal
dengan amalannya berupa penyiksaan diri dengan melukai bagian-bagian badan
dengan senjata tajam diiringi dengan dzikir-dzikir tertentu.
3.
Sammaniyah,
aliran ini didirikan oleh Syeikh Muhammad Samman. Riwayat hidup pendiri tarekat
ini sangat terkenal dahuli di Jakarta. Cara mencapai tujuan akhir diantaranya
adalah berdzikir dengan suara lantang.
4.
Syattariyah,
aliran ini didirikan oleh Abdullah as-Syattari (1417 M). Aliran ini percaya
pada ajaran kejawen mengenai tujuh tingkat keadaan Allah SWT. yang disebut
dalam ilmu hakikat. Nabi Muhammad SAW. dilambangkan oleh aliran ini sebagai
manusia sempurna (insan kamil) yang memantulkan kekuatan Illahi seperti cermin
memantulkan cahaya. Pada aliran ini juga terdapat kepercayaan bahwa semua
manusia mempunyai bakat untuk menjadi manusia sempurna dan harus berusaha untuk
mencapai kesempurnaan itu. Dalam hubungan ini terdapat pandangan tentang
hubungan manusia dengan Allah SWT. seperti seorang pelayan dengan majikannya.
5.
Naqsyabandiyah,
aliran ini didirikan oleh Muhammad an- Naqsyabandi (1388 M). Aliran ini
menyelenggarakan dzikir tertutup atau dzikir diam yakni menyebut nama Allah
SWT. dengan berdiam diri.
Sumber
hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kedua sumber agama Islam itu penuh
dengan nilai dan norma yang menjadi ukuran sikap dan perbuatan manusia apakah
baik atau buruk, benar atau salah. Isi Al-Qur’an dan Al-Hadits penuh dengan akhlak Islami
yang perlu diteladani dan dilaksanakan dalam hidup dan kehidupan sehari-hari
setiap muslim dan muslimat. Islam sebagai agama dan ajaran mempunyai sistem
sendiri yang bagian-bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan.
Intinya adalah tauhid, yang berkembang melalui aqidah, dari
aqidah mengalir syari’ah dan akhlak Islam.
B. PENGERTIAN
TAREKAT
Kata Tarekat di ambil dari Bahasa Arab, yaitu dari
kata benda thoriqoh yang secara etimologis berarti jalan, metode atau tata
cara. Adapun tarekat dalam terminologis (pengertian) ulama sufi; yang dalam hal
ini akan saya ambil definisi tarekat menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi
al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi, dalam kitab Tanwir al- Qulub-nya adalah; ”Tarekat adalah beramal
dengan syariat dengan mengambil/memilih yang azimah (berat) daripada yang
rukhshoh (ringan); menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal
ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah; menjauhkan diri dari semua larangan
syariat lahir dan batin; melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya;
meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram, makruh atau mubah yang
sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah; yang semuamnya ini di
bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang guru/syekh/mursyid yang arif yang
telah mencapai maqamnya (layak menjadi seorang Syekh/Mursyid).”
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa
tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat
walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh,
maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang
wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan
menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai
manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari
seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju
Allah (ma’rifatullah) maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide
yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan
dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan
sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita
akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Namun mursyid
dalam tarekat tidak hanya membimbing secara lahiriah saja, tapi juga secara
batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi antara seorang murid/salik
dengan Rasulullah SAW dan Allah SWT.
Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah
sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri
oleh seseorang yang telah punya izin mengemudi dan berpengalaman untuk membawa
kendaraannya dengan beberapa penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Tarekat, adalah pengamalan syari’at, melaksanakan beban ibadah dengan tekun
dan menjauhkan dari sikap mempermudah ibadah yang sebenarnya memang tidak boleh
dipermudah (diremehkan). Kata tarekat dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari
sisi amaliah ibadah dan dari sisi organisasi (perkumpulan). Sisi amaliah ibadah
merupakan latihan kejiwaan, baik yang dilakukan oleh seorang atau secara
bersama-sama, dengan melalui dan mentaati aturan tertentu untuk mencapai
tingkatan kerohanian yang disebut maqamat atau al-ahwal, yang
mana latihan ini diadakan secara berkala yang juga dikenal dengan istilah suluk.
Sedangkan dari sisi organisasi maka tarekat berarti sekumpulan salik (orang
yang melakukan suluk) yang sedang menjalani latihan kerohanian tertentu yang
bertujuan untuk mencapai tingkat atau maqam tertentu yang dibimbing dan
dituntun oleh seorang guru yang disebut mursyid.
Adapun tingkatan maqam tarekat tersebut
antara lain menurut Abu Nashr As-Sarraj adalah sebagai berilut :
a. Tingkatan Taubah
b. Tingkatan Wara’
c. Tingkatan Az-Zuhd
d. Tingkatan Al-Faqru
e. Tingkatan Al-Shabru
f. Tingkatan At-Tawakkal
g. Tingkatan Ar-Ridha
C. POSISI TASAWUF DALAM
ILMU-ILMU ISLAM
Prof. Dr. H. S.S. Kadirun Yahya Al-Khalidi
menyatakan bahwa Tasawuf adalah “Saudara Kembar” Fiqih.Pernyataan ini tampaknya
berdasarkan pada kenyataan bahwa Fiqih pada hakikatnya merupakan formulasi
lebih lanjut dari konsep Islam, sementara Tasawuf merupakan perwujudan konkret
dari konsep Ihsan. Dua konsep ini tercetus bersama-sama dengan konsep Iman (diformulasikan
lebih jauh dalam ilmu kalam) dalam dialog antara Jibril AS dan Nabi SAW
sebagaimana dikemukakan dalam hadist Abu Hurairah yang sangat terkenal. [Shahih
al-Bukhari, I:27; Shahih Muslim, L:39]
Penjelasan lebih gamblang mengenai posisi Tasawuf
sebagai “saudara kembar” Fiqih dikemukakan oleh Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim
Amrullah (Buya Hamka) dalam bukunya Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya:
“Alhasil
kemurnian dan cita-cita Islam yang tinggi adalah gabungan Tasauf dan Fiqih:
gabungan otak dan hati. Dengan Fiqih kita menentukan batas-batas hukum, dan
dengan Tasauf kita memberi pelita dalam jiwa, sehingga tidak terasa berat di
dalam melakukan segala kehendak agama.
“Kalau kita tilik kepada bunyi Hadist tentang Islam,
Iman dan Ihsan tampaklah bahwa ketiga Ilmu Islam yaitu Ilmu Fiqih, Ilmu
Ushuluddin dan Ilmu Tasawuf telah dapat menyempurnakan ketiga simpulan agama
itu (Islam, Iman dan Ihsan).
“Islam diartikan oleh hadist itu ialah mengucapkan
Syahadat, mengerjakan Shalat lima waktu, Puasa bulan Ramadhan, mengeluarkan
Zakat dan Naik Haji. Untuk mengetahui, sehingga kita mengerjakan suruhan agama
dengan tidak membuta: Kita pelajarilah Fiqih.
“Iman adalah Iman kepada Allah, kepada Malaikat,
kepada Rasul-Rasul dan Kitab-Kitab, dan iman kepada Hari Kiamat dan Takdir,
buruk dan baik, Kita pelajarilah Ushuluddin atau Ilmu Kalaam.”
“Ihsan adalah kunci daripada semuanya, yaitu: Bahwa
kita mengabdi kepada Allah SWT, seakan-akan Allah SWT itu kita lihat di hadapan
kita sendiri. Karena meskipun mata kita tidak dapat melihatNya, namun Allah SWT
tetap melihat kita.Untuk menyempurnakan ihsan itu, kita masuki alam Tasawuf.
“Itulah tali berpilah tiga: Iman, Islam dan Ihsan.
Dicapai dengan tiga ilmu: Fiqih, Ushuluddin dan Tasawuf. [Tasawuf, Perkembangan
dan Pemurniannya, hal. 94-95]
Jadi, sebagai sebuah ilmu, posisi Tasawuf terhadap
ilmu-ilmu Islam lainnya sangat jelas dan gamblang. Tasawuf merupakan bagian tak
berpisahkan dari keseluruhan bangunan Syari’ah; bahkan ia merupakan
ruh/hakikat/inti dari syariah.
Syariah sendiri dapat didefinisikan sebagai “segala
sesuatu yang terbit dari diri Nabi SAW yang berupa sikap, perbuatan, dan
perkataan (al-Qur’an dan al-Hadist)”; atau dengan bahasa yang lebih umum:
Syariah adalah segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Namun
begitu, syariah pada dasarnya merupakan produk dari hakikat Muhammad sebagai
Nabi dan Rasul
Allah
Mustahil memahami
syariah (produk) secara sempurna tanpa memahami hakikatnya.Ilmu yang menyajikan
jalan untuk mengenal hakikat ini adalah Tasawuf, sedangkan ilmu-ilmu
(keislaman) lainnya, seperti ilmu Fiqih dan hadist misalnya, semuanya
menyajikan jalan untuk memahami produk.Tasawuf melibatkan hati atau qalbu
(ruhani), sedangkan ilmu-ilmu lainnya melibatkan otak atau akal (jasmani).
Fiqih dan Tasawuf ibarat dua sisi mata uang, jika
salah satu rusak maka yang lain menjadi tidak berfungsi, sehingga kedua-duanya
harus dipegang secara utuh untuk mencapai kesempurnaan. Dalam kaitan ini, Imam
Abu Abdillah al-Dzahabi (w. 748 H), penulis kitab Siyar A’lam
al-Nubala’ (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1413) yang terdiri dari 23 jilid
menegaskan:
“Jika seorang ulama tidak ber-Tasawuf, maka ia
kosong; sebagaimana jika seorang sufi tidak mengenal sunnah (baca bersyariat),
maka ia tergelincir dari jalan yang lurus.”
Imam Malik ibn Anas, pemimpin madzhab Maliki yang sangat terkenal, sebagaimana dikutip oleh Syeikh Amin al-Kurdi, juga mengungkapkan hal senada:
Imam Malik ibn Anas, pemimpin madzhab Maliki yang sangat terkenal, sebagaimana dikutip oleh Syeikh Amin al-Kurdi, juga mengungkapkan hal senada:
“Barangsiapa yang bersyariat tetapi tidak berhakikat
(ber-Tasawuf) maka ia telah fasik; dan barangsiapa yang berhakikat
(ber-Tasawuf) tetapi tidak bersyariat maka ia telah zindik.” [Tanwir al-Qulub,
hal. 408]
Di samping itu, tidak salah apabila dikatakan bahwa
Tasawuf adalah sebuah madzhab sebagaimana Ilmu Fiqih yang mengenal (minimal)
empat mazhab, sehingga tidak jarang para ulama melibatkan pendapat kaum sufi
ketika membahas hukum suatu perkara. Syeikh al-Islam Ibn Taymiyah menempatkan
kaum sufi dalam deretan fuqaha’ dan ahli hadist. Hal ini dapat disimak misalnya
dari pernyataan beliau ketika menetapkan hukum larangan menikahi orang yang
menolak kekhalifahan Sayyidina Ali setelah ‘Utsman ibn ‘Affan:
Hal itu (larangan menikahi orang yang tidak menerima
kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib) telah disepakati oleh para fuqaha, ahli
hadist, dan juga oleh ahli ma’rifat dan Tasawuf. [Kutub wa Rasail wa Fatawa Ibn
Taimiyah, XXXV:19]
Secara harfiah, tariqah berarti jalan, mempunyai arti
yang sama dengan syari’ah. Banyak kosa kata yang dapat diartikan dengan jalan,
seperti sabil sirat, manhaj, atau minhaj, suluk, maslak,nusuk atau mansak.jadi
tarekat yang berasal dari bahasa arab yaitu “tariqah” memiliki banyak
pengertian satu dianttra seperti dikemukaan diatas, yakni jalan, sedangkan
dalam bahasa Bahasa Indonesia bermakna jalan menuju kebenaran.
Dalam memberikan pengertian atau denefisi tarikat ini
ada beberapa macam pendapat antara lain:
-
W. J. S.
Poerwodarminto,
memeberikan denefisi sebagai berikut : tarekat artinya
jalan, jalan menuju kebesaran,(dalam tasawuf), ilmutarikot ilmu tasawuf, cara
atau aturan hidup, sebagai persekutuan para penuntut ilmu tasawuf
(Poerwodarminto 1020).
-
E. St
Harahap, mengemukakan
tarikat ialah jalan menuju kebenaran, ilmu kebaikan
agama, persaudaraan dalam kebaktian pada kerohanian. (E. St Harahap : 350).
-
J. Spenter
Trimingham, mengemukakan
Tarikat ialah sesuatu method praktis
untuk menuntun (membimbing)
seorang murid secara berencana
dengan jalan fikiran, perasaan, dan
tindakan. Terkendali terus-menerus
kepada suatu rangkaian dari tingkatan-
tingkatan (Maqomat) untuk dapet
merasakan hakikat yang
sebenarnya. (J. Spenter Trimingham
3-4).
-
Asy-Syekh Muhammad Amin Al- Kurdi, mengemukakan
ﺍﻟﻃﺮﻴﻘﺔﻫﻲﺍﻟﻌﻣﻞﺑﺎﻟﺷﺭﻴﻌﺔﻮﺍﻻﺨﺫﺑﻌﺯﺍﺌﻤﻬﺎﻮﺍﻟﺑﻌﺪﻋﻦﺍﻟﮅﺴﺎﻫﻝﻔﻴﻤﺎﻻ
ﻴﻧﺑﻐﻰﺍﻟﮅﺴﺎﻫﻞﻔﻴﻪ
“Tarekat adalah
mengamalkan syari’ah, melaksanakan beban ibadah dengan tekun dan
menjauhkan diri dari sikap memepermudah ibadah, yang sebenarnya memang tidak
boleh dipermudah”.
ﺍﻟﻄﺮﻴﻘﺔﻫﻰﺍﺟﺘﻨﺎﺐﺍﻟﻤﻨﻬﻴﺎﺖﻈﺎﻫﺮﺍﻭﺑﺎﻄﻨﺎﻮﺍﻤﺗﺛﺎﻞﺍﻷﻭﺍﻣﺮﺍﻹﻟﻫﻴﺔﺑﻗﺪ
ﺭﺍﻟﻄﺎﻗﺔ
“Tarekat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah
tuhan sesuai dengan kesanggupan, baik larangan dan perintah yang nyata maupun
tidak batin”.
-
Hamkam mengatakan,
Maka
diantara makhluk dan khalik itu ada perjalanan hidup yang harus kita tempu.
Inilah yang kita katakana Thariqat. (Hamkam :104).
-
Syekh Al-jurjani
Mengatakan
tarikat adalah atau tingkah laku tertentu bagi orang-orang yang berjalan
(beribadat) kepada allah melalui pos
manazil
dan meningkatkan ketingkat yang lebih tinggi yaitu stasion-stasion (maqomat)
(Al-Jurjani : 123).
-
Abbas Husayn Basri
Tarekat
adalah suatu jalan yang ditempuh berdasarkan syaria’at Allah dan peraturannya,
mengikuti perintah rasul saw. Yang dating dengan segala petunjuk dan cahaya
kebenaran.
D. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Di dalam ilmu tasawuf, istilah tarekat itu tidak saja ditunjukkan pada
aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seseorang syaikh tarikat dan
bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syaikh
tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama islama
seperti salat zakat dan lain-lain yang semuanya itu merupakan jalan atau cara
mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam tarekat yang sudah melembga itu sudah tercakup semua aspek ajaran
islam seperti salat zakat dan lain-lain, ditambah lagi pengamalan serta seorang
syaikh. Akan tetapi, semua itu merupakan tuntunan dan bimbingan seorang syaikh
melalui baiat.
Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha
mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian
rohani dan memperbanyak ibadah usaha dan mendekatkan diri ini biasanya
dilakukan dibawah bimbingan seorang guru atau syaikh. Ajaran-ajaran tasawuf
yang harus di tempuh untuk mendekatkan diri itu kepada Allah merupakan hakikat
tarekat yang sebenarnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan
diri kepada Allah, sedangkan tarekat itu adalah cara dan jalan yang ditempuh
seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini
menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan beberapa
variasi tertentu. Sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru pada
muridnya.
E. Nama-nama
tarekat dalam tasawuf
Dari sekian banyak tarekat hanya beberapa saja yang dinilai besar dan
memiliki ciri-ciri khusus. Ajaran Arbery, yang menganggap tarekat baru berdiri
di abad V Hijriyan (XI M) menunjuk tarekat-tarekat di maksud adalah :
Al-Qodiriyah, Al-Suhrowardiyah, Al-Syadzaliyah dan Mawlawyah (Al-Rumiyah).
Sementara orientalis gibbs menganggap tarekat Al Qodiriyah, Al Rifaiyah, Al
Badawiyah, Mawlawiyah, Al Syadzaliyah, Al-naqsabandiyah dan Al Khalwatiyah
sebagai tarekat yang memiliki ciri-ciri khas.
1.
Tarekat
Qodariyah
Tarekat ini
didirikan oleh muhyi al-Din abu muhamad ‘Adb al qodir bin musa bin ‘abdullah
bin musa (470-561 H 1077/1166 M) pengikutnya menyebar ke berbagai pelosok dunia
islam sampai ke asia barat dan mesir. Pada abad XIX M bercabang sampai ke
maroko dan Indonesia. Tarekat ini dinilai sebagai tarekat paling progresif tapi
tidak jauh dari faham salf. Tarekat ini lebih berkonsentrasi kepada pemurnian
tawhidullah dan zduhur dalam ibadah. Ia memiliki keunggulan dalam ihwal
kedermawanan, kealehan dan kerendahan hati serta ketidaksetujuan terhadap
fanatisme agama dan politik.
Diantara
ajaran pokoknya ialah : bercita-cita tinggi (“aluw al Himmah) menghindari
segala yang haram, memelihara hikmah, merealisasikan maksud dan mengagungkan
nikmat Allah, beberapa sebab keberhasilan tarekat ini dalam rekkrutmen murid
dan calon murid adalah ketaatan yang teguh dalam syariat dan realisasi ajaran
salaf, kencamannya yang gencar terhadap paham yang menyandarkan keimanan semata
sebagai alat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam kecamannya terhadap
paham reinkarnasi /(tanasukh al ruh). Ajaran-ajarannya dilandaskn secara kuat
kepada AL Qur’an dan AL Sunnah.
2.
Tarekat Rifa’iyah
Tarekat Rifa’iyah
didirikan oleh ahmad al Rifa’i (570 H / 1173 M) didorong oleh kondisi
mengendornya hubungan antara cabang-cabang qodiriyah dan lahirnya rantingranting
baru yang independen. Tarekat ini dinilai lebih fanatik, memiliki tradisi yang
sangat ketat dalam mematikan hawa nafsu dan pelantikan-pelantikan yang luar
biasa. Pengikutnya yang melakukan dzikir secara baik akan dapat terbawa
ke alam fana dalam keadaan fana’ itu bisa melakukan hal-hal yang menakjubkan
seperti sihiq
3.
Tarekat Suhrowardiyah
Didirikan oleh Syihab al
Din al Suhbowardi inspirasi seorang ahli dari maghrib, nur al din ahmad bin
‘abdullah al syadzali. Pengikutnya tersebar di Tunis- karena pemerintah
mencemaskannya sang imam cenderung menyingkir ke alexanria di mesir
keberhasilannya sangat cepat juga di afrika
4.
Tarekat Ahmadiyah / Badawiyah
Tarekat ini disebut juga tarekat
badawiyah karena pendirinya bernama Ahmad bi ‘Aly al Husainy al Badawy
Tarekat ini sangat konsisten dengan Al Qur’an dan As Sunnah, ia sangat diminati karena antara
lain : mendorong para pengikut / muridnya untuk pandai, kaya dan dermawan,
saling mengasihi dan juga karena doktrin\-doktrin sifistiknya yang menarik.
5.
Tarekat Mawlawiyah / al Rumiyah
Mawlana jalaludin rumi muhammad bin
hasain al khattabi al kbakri (Jalaludin Rumi) atau
sering juga disebut Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di balk
(sekarang Afganistan).
Kesufian Rumidi mulai ketika ia sudah berumur cukup tua 48 tahun. Rumi memang bukan
sekedar penyair, tapi ia juga tokoh sufi ayng berpenaruh pada zamannya. Rumi
adalah guru nomor satu pada tarekat maulawiyah. Sebuah tarekat yang berpusat di
turki dan berkembang disekitarnya. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang
pendewaan-pendewaan akal dan indera dalam menentukan kebenaran.
Dalam sistem pengajarannya, Rumi
mempergunakan penjelasan dan latihan mental, pemikiran dan meditasi, kerja dan
bermain. Tindakan dan diam. Gerakan-gerakan tubuh pikiran dari pra darwis
berputar dibarengi dengan musik toup untuk mengiringi gerakan-gerakan tersebut
merupakan hasil dri metode khusus yang dirancang untuk membawa seseorang salik
mencapai afinitas dengan arus mistis untuk ditransformasikan melalui cara ini.
6.
Tarekat Syadzaliyah
Abu Hasan al Syadzali mendirikan
tarekat ini setalah ia mendaptkana khirqoh / ijazah dari gurunya abu ‘abdullah bin ali bin hazam dari abdullah ‘abd. Al
salam bin majisy. Kelebihan dari tarekat ini terletak pada lima (5) ajaran
pokoknya yaitu : takwa kepada Allah dalam segala keadaan. Konsisten dalam
mengikuti al sunnah, ridho dalam ketentuan dan pemberian Allah SWT, menghormati
sesama manusia, dan kembali kepada Allah (taubat) dalam susah/senang.
Sedangkan tiga hal
pokok yang menjadi landasan/ azas tarekat ini adalah : mencari ilmu (belajar),
memperbanyak Dzikrulah dan hduhur ilaallah. Ketiga hal pokok ini selalu menjadi
penekanan kepada murid-murid al syadzali dia tidak menganjurkan mujahadah
seperti tarekat-tarekat lain. Kebenaran baginya, didalam diri manusia itu ada
nur ashli/ nur potensial yang akan menjadi kuat, berkembang dan subur bila
diperkuat dengan nur ilmu yang lahir akibat dzikrullah.
Tarekat ini tidak mempredikan hal
hal yang belum ataupun bakal terjadi dalam arti mengartikan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi
pada masa yang akan datang. Doktrin ini diperdalam oleh ibn atho’illah dan
menjadi doktrin utamanya. Syadzaliyah terutama mereka di kalangan kelas
menengah, pengusaha, pejabat dan pegawai pemerintah. Oleh karenanya, ciri khas
yang kemudian menonjol daro anggota tarekat ini adalah kerapihan mereka dalam
berpakaian, ketenangan yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya.
Tarekat
syadzaliyah ini tidak mentukan syarat-syarat yang erat kepada syaikh tariqoh,
kecuali mereka harus meninggalkan segala perbuatan maksiat, memelihara segala
ibadah-ibadah sunnah semampunya, zikir kepada Allah sebanyak mungkin,
sekurang-kurangnya seribu kali sehari semalam dan beberapa zikir yang lain.
7.
Tarekat
Tijaniyah
Didirikan oleh
abul abbas ahmad bin Muhammad bin al mukhtar at tijani (1733-1815 M) salah
seorang tokoh dari gerakan neosufisme. Ciri dari garakan ini ialah penolakannya
terhadap sisi eksatik dan meta fisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman
secara ketat ketentuan-ketentuan syariat dan berupaya sekuat tenaga untuk
menyatu dengan ruh nabi Muhammad sebagai ganti untuk menyatu dengan Allah.
8.
Tarekat
Syattariyah
Tarekat syattariyah adalah tarekat
yang pertama kali muncul di india abad XV M tarekat ini dinisbahkan pada tokoh yang berjasa dan mempopolerkannya, Abdullah asy
syattar.
Sebagaimana
hal tarekat-tarekat lain, syattariyah menonjolkan aspek dzikir di dalam
ajarannya. Didalam tarekat inii, dikenal 7 macam dzikir muqodimah sebagai
peralatan/tangga untuk masuk kedalam tarekat syattariyah, yang disesuaikan
dengan 7 nafsu pada manusia. Satu hal yang harus diingat bahwa dzikir hanya
dapat dikuasai melalui bimbingan seorang pembimbing spiritual, guru/syaikh.
9.
Tarekat
Naqsabandiyah
Pendirinya
adalah Muhammad baha’ al din al naqsabandi al bukhori (717-791 H / 1317-1388
M). naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas
penyebarannya. Danterdapat banyak di wilayah asia muslim.
Diri yang
menonjol dari tarekat ini ialah diikutinya syareat secara ketat, keseriusan
dalam beribadah, melakukan penolakan terhadap music dan tari, serta lebih
ngutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat kearah
keterlibatan dalam politik.
10. Tarekat Kholwatiyah
Tarekat
khalwatiyah, tidak sebagaimana lazimnya tarekat pada umumnya yang diambil dari
nama pendirinya. Penamaan ini justru didasarkan kepada kebiasaan sang guru
pendiri tarekat ini syekh Muhammad al khalwati (w 717 H), yang seringkali
melakukan kholwat di tempat-tempat sepi. Tarekat khawaltiyah merupakan cabang
dari tarekat As Sahidiyah, cabang dari al abhariyah dan cabang dari al
shrowardiyah yang didirikan oleh syekh syihab al din abu hafsh ‘umar al
suhrowardi al Baghdadi.
Ajaran dan dzikir tarekat
khalwatiyah
Tarekat
khalwatiyah menetapkan adanya sebuah amalan yang disebut al asma’ al sab’ah
(tujuh nama) yakni tujuh macam dzikir /tujuh tingkatan jiwa yang harus
dikembangkan oleh setiap salik
Dzikir pertama
: لا إله إلاالله
Dzikir kedua :
الله
Dzikir ketiga : هو
(dia)
Dzikir keempat : حقّ (maha
benar)
Dzikir kelima : حيّ (maha hidup)
Dzikir keenam : قيوم
(maha jaga)
Dzikir ketujuh : قهار (maha
perkasa)
Ketujuh tingkatan dzikir ini
intina didasarkan pada ayat AL Qur’an
11. Tarekat sammaniyah
Tarekat ini
didirikan oleh sekh Muhammad bin abd al karim al samman al madani al qodiri al
qubaisi dan lebih dikenal dengan panggilan samman. Semula ia belajar toriqoh
kholwatiyah dari damaskus, lama kelamaan ia mulai membuka pengajian yang berisi
teknik berdzikir, wirid dan ajaran teosofi lainnya. Ia menyusun cara pendekatan
diri dengan Allah yang akhirnya disebut sebagai toriqoh sammaniyah, sehingga
ada yang mengatakan bahwa toriqoh sammaniyah adalah cabang dari khalwatiyah.
Di Indonesia tarekat ini berkembang di sumatera Kalimantan dan jawa. sammaniyah
masuk ke Indonesia pada penghujung abad 18 yang banyak mendapat pengikut karena
popularitas imam samman.
Ajarannya
yang khas ialah memperbanyak dzikrullah dan shalat, lemah lembut kepada fakir
miskin, tidak mencintai dunia, menukar akal masyariyah dangan akan robbaniyah
dan mentawhidkan Allah dalam dzat, sifat dan af’ainnya. Pengaruh sammaniyah di
Indonesia aiabadikan di dalam tariah ruda.
D. Pengaruh Tarekat dalam dunia islam
Ada dua
persepsi yang lazim berkembang tentang jamiyah tarekat di Indonesia. Pertama,
tarekat di anggap sebagai fanatisme guru yang dapat berubah menjadi fanatisme
politik. Kedua, tarekat dinilai sebagai gajala depolitisasi, pelarian dari
tanggung jawab sosial dan politik. Tarekat yang dikehendaki ? adalah sebuah
gerakan kaum sufi dalam kegiatan social keagamaan.
Dilihat dari
aktivitas dan tujuannya. Tarekat dapat dikategorikan menjadi dua kategori
besar. Pertama, tarekat sebagai gerakan purifikasi dengan penekanan pad
astetisme yang sifatnya individualistic. Dalam hal ini ditekankan adanya
kegiatan dan kengkajian yang lebih berusaha kearah pemurnian, keselamatan dan
kedamaian. Kedua, tarekat dijadikan sarana mengartikulasikan sisi terhadap
lingkungan, atau sebagai sarana berdialog dengan lingkungan social politik,
membentuk tingkah laku bersama dalam mencoba mengintepretasikan lingkungan
untuk di jawab dan diatasi.
Bila
diakitkan dengan misi awal tarekat yang mengajak manusia menuju pensucian jiwa,
dan latar belakang kelahirannya. Akibat dari keprihatinan
moral, maka bisa jadi tarekat tidak memiliki kaitan dengan politik sama sekali.
Pemahaman logisnya, sebagai
penganut dan pencintanya, tarekat dianggap jalan paling efektif dalam
menghadapi kemerosotan aspek-aspek spiritual, moralitas dan
kecenderungan-kecenderungan dehumanisasi.
Disisi lain, sebagai gerakan
popular, tarekat merupakan gerakan pertama yang secara konstruktif merasakan
kejenuhan terhadap akidah ahli kalam yang kaku. Dan ia merupakan terobosan baru untuk seseorang mudah memasuki islm. Tarekat telah mengendorkan syarat keislaman yang ketat, hal ini memberikan bahaya yang
serius. Tetapi, disisi lain dinilai telah mampu menampilkan kelembutan wajah
islam yang luar biasa, bahkan mau berkompromi dengan kepercayaan-kepercayaan
lama.
E.
Pandangan Ummat Islam Terhadap Tasawuf
Mengenai asal-usul perkataan tasawuf
para ahli berbeda pendapat. Di antara pendapat yang banyak itu, ada satu
pendapat yang sering ditulis dalam buku-buku mengenai tasawuf di Indonesia.
Pendapat itu mengatakan tasawuf berasal dari kata suf artinya bulu domba kasar.
Disebut demikian karena orang-orang yang
memakai pakaian itu disebut orang-orang sufi atau mutasawwif, hidup dalam
kemiskinan dan kesederhanaan. Mereka memakai pakaian yang terbuat dari bulu
binatang sebagai lambang kemiskinan dan kesederhanaan, berlawanan dengan
pakaian yang terbuat dari sutera yang biasa dipakai oleh orang-orang kaya.
Banyak juga definisi yang diberikan untuk merumuskan makna yang dikandung oleh
perkataan tasawuf.
Menurut at-Taftazani, tasawuf mempunyai
5 (lima) ciri, yaitu :
1. Memiliki nilai-nilai moral.
2. Pemenuhan fana (sirna, lenyap) dalam realitas mutlak.
3. Pengetahuan intuitif (berdasarkan bisikan hati) langsung.
4. Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia
Allah SWT. dalam diri sufi karena tercapainya maqamat (beberapa tingkatan
perhentian) dalam perjalanan sufi menuju (mendekati) Tuhan.
5. Penggunaan lambang-lambang pengungkapan (perasaan) yang
biasanya mengandung pengertian harfiah dan tersirat. (Ensiklopedi Islam, 1933:
73 – 75)
Tasawuf juga berdasarkan Al-Qur’an dan
Al-Hadits, dapat dilihat ayat-ayat dan hadits-hadits yang menggambarkan
dekatnya manusia dengan Allah SWT. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. QS. Al-Baqarah ayat 115 artinya :
“Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi
Maha Mengetahui”.
2. QS. Qaf ayat 16 artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat
lehernya”.
3. Hadits Riwayat Imam Bukhari, artinya :
“Barang siapa memusuhi seseorang wali-Ku (wali Allah SWT.
adalah orang yang dekat dengan-Nya), maka aku mengumumkan permusuhan-Ku
terhadapnya. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan hamba-Ku kepada-Ku yang lebih
Kusukai dari pengalaman segala yang Kuwajibkan atasnya. Kemudian, hamba-Ku yang
senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melaksanakan amal-amal sunnah,
maka Aku senantiasa mencintainya. Bila Aku telah cinta kepadanya, Akulah
pendengarnya dengan ia mendengar, Aku penglihatannya dengannya ia melihat, Aku
tangannya dengannya ia memukul, dan Aku kakinya dengan itu ia berjalan. Bila ia
memohon kepada-Ku, Aku perkenankan permohonannya, jika ia meminta perlindungan,
Kulindungi ia”.
Sejak muncul paham widhatul wujud,
tasawuf pecah menjadi dua aliran, yaitu aliran pertama, aliran tasawuf yang
didasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan aliran yang kedua, aliran fana
yang disebut sebagai tasawuf falsafi, disebut demikian karena teori-teori yang
dikemukakannya banyak mengandung unsur-unsur filsafat (Ensiklopedi Islam, 1992:
76 -77, 158 – 160).
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Tasawuf adalah perjalanan menuju Tuhan melalui
penyucian jiwa yang dilakukan dengan intensifikasi dzikrullah”.
Tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara
azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang
berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan
semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang
haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat)
yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya
ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman
dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah) maka posisi guru di sini adalah
seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga
jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan
sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui,
maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta
petunjuk.
Posisi Tasawuf terhadap ilmu-ilmu Islam lainnya
sangat jelas dan gamblang. Tasawuf merupakan bagian tak berpisahkan dari
keseluruhan bangunan Syari’ah; bahkan ia merupakan ruh/hakikat/inti dari
syariah.
Peralihan
tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak
terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Dalam
perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada
tasawuf ajaran-ajaran gurunya., tetapi juga mengikuti kegiatan politik, misal
tarekat tijaniyah yang dikenal dengan gerakan politik yang menentang penjajahan
perancis di afrika urata, ahmadiyah menentang orang-orang salib yang datang ke
mesir. Jadi sungguhpun mereka memusatkan perhatian kepada akhirat, mereka pun
ikut bergerak menyelamatkan umat islam dari bahaya yang mengancanya.
Disamping
itu, tarekat umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia.
Tarekat menganjurkan banyak beribadah dan jangan mengikuti dunia ini karena
dunia ini adalah bangkai dan yang mengejar dunia adalah anjing. Ajaran ini
tampaknya menyelewengkan umat manusia (islam) dari jalan yang harus
ditempuhnya. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya
mecemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran dagi umat islam.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment