Saturday, 21 November 2015

Agama Dan Budaya

Agama Dan Budaya

“PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN”
            DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
1.MIRASTI HARTINI
                2. RESI HASTIKA
                                                                                3.SRI SARTIKA
4.NURUL KHAIRUNNISA
5.MILASI

                                                            KELAS : III A

                                    PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN
  UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
    2013
                                                PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Agama
Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekerta āgama  yang berarti “tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan ber-religi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama merupakan  sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama juga dapat diartikan A = tidak, gama = kacau. Agama sama dengan tidak kacau, sama dengan tentram. Atau masih dalam pengertian yang senada dalam bahasa yang lebih sederhana, agama bertujuan memberi ketentraman kepada pengikutnya (umat manusia) yang dikaitkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (KUBI, 1995).
1.2 Teori Evolusi Agama
Saat manusia mulai menggunakan keahlian berfikirnya, sejak saat itu pula pemikiran mengenai sesuatu yang  “Maha”  terjadi. Manusia mulai berfikir di dunia ini harus ada sesuatu yang super yang menjadi pusat dari segalanya. Maka dapat dilihat dari masa kemasa perkembangan tentang hal ini sangat dinamis. Tidak dapat dipungkiri, pemikiran seperti ini menimbulkan polemik baru. Sugesti bahwa yang memiliki kekuatan adalah yang berkuasa memaksa manusia untuk berjiwa penguasa. Dari berbagai belahan dunia, jiwa penguasa timbul satu per satu. Hasrat ingin menciptakan nyawa “ketuhanan” pada diri sendiri tampak begitu jelas.
Dimulai dari zaman prasejarah, saat manusia masih berkomunikasi secara lisan tanpa mengenal tulisan. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki mereka mulai mengimani bahwa manusia membutruhkan kekuatan besar diluar diri mereka yang dapat mengendalikan segalanya. Maka dari itu muncullah kepercayaan-kepercayaan primitif seperti animisme dan dinamisme. Kepercayaan yang mereka anut bukan merupakan kepercayaan yang terstruktur. Kehidupan mereka belum mengenal suatu aturan, undang- undang bahkan baik-buruk. Akan tetapi kepercayaan mereka terhadap kekutan spesial yang dapat melindungi kehidupan mereka dan keterunannya.
1.3 Tahap Evolusi
Pada konsep ini manusia mengenal dan mulai mencari Tuhan melalui perkembangan secara evolusi. Kepercayaan yang beredar dikalangan masyarakat berkembang berdasarkan perkemabngan dimensi waktu dan tempat. Pada tingkatan ini manusia mempercayai tentang sesuatu kekuatan tertentu yang memegang seluruh kendali dalam kehidupan. Yang termasuk dalam konsep ini meliputi :
J Animisme
Kepercayaan ini berasal dari bahasa latinanima yang berarti “roh”. Animisme adalah kepercayaan terhadap makhluk halus atau roh nenek moyang yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat primitif. Dalam hal komunitas ini, tempat-tempat tertentu dianggap sebagai tempat keramat yang harus dijaga dan dihormati. Hal ini disebabkan oleh keyakinan bahwa didalam kawasan tersebut masih bersemayam jiwa dari orang-orang terdahulu yang akan menjaga kedamaian keturunannya dari roh jahat yang mungkin mengganggu. bukan hanya dalam kawasan masyarakat primitif, diperkirakan beberapa kawasan suku Dayak di Kalimantan Barat masih menganut kepercayaan ini.
J Dinamisme
Dinamisme berasal dari bahasa Yunani dunam os yang berarti daya, kekuatan atau kekuasaan. Kepercayaan dinamisme merupakan salah satu kepercayaan yang marak terjadi pada masa prasejarah. Kehidupan pada masa tersebut, mencipkakan kepribadian yang selalu membutuhkan suatu kekuatan super diluar tubuh manusia itu sendiri. Hal ini yang mengakibatkan komunitas manusia prasejarah mulai mencari sumber kekuatan yang akan membantu hidupnya. Mulailah mereka mencari sumber-sumber kekuatan yang dapat membuat mereka merasa dekat dan aman ketika berada disekitarnya. Akhirnya muncullah kepercayaan dinamisme, suatu kepercayaan yang mengimani adanya suatu kekuatan yang terdapat didalam sebuah benda. Benda yang mereka imani memiliki kekuatan dapat berupa pohon, api, batu, tanah, goa, bahkan manusia itu sendiri. keyakinan ini tidak sirna seiiring berjalannya waktu. Sebagai contoh bangsa Jepang menyembah dewa matahari yang mereka yakini memiliki kekutan luar biasa yang dapat menyinari seluruh alam semesta dan memberikan kehidupan bagi penghuninya.
JPolitheisme
Bangsa di dunia yang menganut kepercayaan potheisme adalah bangsa Yunani. Dalam kehidupan masyarakatnya mereka mengenal kekutan luar biasa yang berada dalam wujud dewa. Bangsa Yunani meyakinibanyak dewa. Dewa – dewa Yunani kuno tersebut diberi nama sesuai dengan kekuatan, kekuasaa, dan tempat tinggalnya. Tempat tinggal dewa tersebut terdapat di langit, lautan, bumu, dan alam baka. Salah satu dewa yang dikenal memiliki kekuatan paling besar yaitu dewa Zeus. Selain itu terdapat dewa-dewi lain seperti Hera (dewi pernikahan), Hebe (dewi kaum muda), Eris (dewi perselisihan) dan Eileithyia (dewi kelahiran).
J Monotheisme
Monoteisme berasal dari kata Yunani,monon yang berarti tunggal danTheos yang berarti Tuhan. Monotheisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu. Kebanyakan kaum monoteis akan mengatakan bahwa monoteisme pasti berlawanan dengan politeisme. Namun pada kenyataannya, pemeluk politeisme sering berlaku selayaknya kaum monoteisme. Ini disebabkan karena keyakinan akan tuhan yang banyak itu tidak berarti bahwa mereka menyembah banyak tuhan. Secara historis, banyak pemeluk politeis percaya akan keberadaan banyak tuhan, tetapi mereka hanya menyembah satu saja, yang dianggap oleh si pemeluk itu sebagai Tuhan yang Maha Tinggi.
1.4 Tahap Manusia Mulai mengenal Agama
First stage adalah tahap agraris dimana pada awal manusia berada di bumi, mula mula manusia berorientasi terhadap medan operasionalnya yang bernama alam atau lingkungan tempat nya tinggal. Pada tahap pertama ini, manusia belum mengenal Allah hanya mengenal alam, lalu Allah menyatakan “ Tuhan lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan hujan dari langit, lalu dengan air hujan itu Dia mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu “
Maka sadarlah manusia bahwa ternyata ada Sang Penguasa yang telah menciptakan langit, bumi serta menurunkan hujan. Dengan air hujan itu pepohonan bisa tumbuh dan berbuah, lalu manusia tinggal memakannya. Pada saat itu manusia masih dalam tahap dilayani Tuhan, suatu tahapan ketika manusia masih bergantung pada suplemen alam. Untuk mencari makan, mereka berpindah pindah dari satu tempat ke tempat lainnya ( dosen sejarah di kampus tersebut menyebutnya zaman nomaden. Ini merupakan zaman pengembaraan manusia yang pertama.
Lalu Tuhan menurunkan ilmu-Nya kepada manusia. Dengan menatap kenyataan, melihat sebutir biji yang jatuh ke tanah ternyata bisa tumbuh lagi, maka akal manusia mulai berkembang. Dia mulai berkreasi sehingga timbullah proses agraris. Pada tahap pertama ini, ada perkembangan aktivitas dari mencari tanaman menjadi bercocok tanam dan dari berburu menjadi beternak.
Pada waktu siang hari , tatkala matahari menyoroti detail kehidupan, saat itu adalah waktu untuk melakukan “safari eksternal “ , berjalan ke luar menjelajah alam untuk mengenal, mendayagunakan dan mengembangkan ciptaan-ciptaan Tuhan sebagai wujud dari tanda tanda bekas sujudnya Pada waktu malam hari, saatnya kita harus kembali ke dalam diri sendiri, melakukan “ safari internal”. Ketika kita selalu mengetuk pintu rumah Tuhan dan melakukan dialogue yang intim dan mesra dengan Pencipta alam semesta. Tatkala kita menatap langit, kita temukan bintang-bintang bertebaran . Bumi kita adalah salah satu planet dari sebuah bintang yang bernama matahari. Sedangkan matahari merupakan salah satu bintang yang berada di pinggir sebuah galaxy. Galaxy yang lain jutaan kali lebih besar. Seketika tumbuhlah kesadaran betapa kecilnya manusia jika dibandingkan dengan semesta alam. Lalu kita pun tunduk dengan suka cita syukur di malam malam yang indah sambil memuji Namanya. Dengan menundukkan malam untuk dipakai menemui –NYA berarti ada kehidupan baru yang bernama “ kehidupan malam” sebuah kehidupan untuk “ menggali diri ke kedalaman tak bertepi “.
Tuhanpun berkata pada kita bahwa Dia telah memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan, sejak kita berada di tahap agraris sampai pada tahap eksplorasi. Saat nya sekarang kita tidak lagi berbicara dengan hujan yang menumbuhkan tumbuh2an. Kita tidak lagi berbicara dengan samudera yang membawa kita bertamasya keliling dunia. Kita tidak lagi berbicara dengan sungai-sungai yang mampu membangkitkan listrik, dengan matahari dan planet2. Tetapi kita telah mampu berbicara dengan yang lebih lembut dan yang meliputi semua itu. Kita sedang berbicara dengan yang merencanakan, menciptakan, dan menjalankan semua itu. Kita telah mampu berbicara dengan Tuhan. Itulah tahap akhir, yaitu tahap spiritualis atau tahap agama. Tahap dimana merupakan tahap kehidupan tertinggi. Kedudukannya menurut Al-Quran dan kitab suci lainnya diletakkan setelah tahap penundukkan matahari dan bulan, yaitu tahap eksplorasi.
2.1 Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan dalam bahasa Indonesia, berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, kata ini bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Maka dengan demikian kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Maka kebudayaan adalah segala hasil dari cipta, karsa dan rasa (Koentjaraningrat, 19?: hal 80).
Ada beberapa definisi tentang asal mula kebudayaan, misalnya menurut E.B. Tylor, kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, tata cara dan kemampuan apa saja lainnya, kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kemudian ada lagi yang mendefisikan kebudayaan adalah suatu yang lahir karena adanya pergaulan manusia. Ia merupakan suatu kumpulan yang termasuk di dalamnya adat istiadat, ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, achlak, hukum dan tiap-tiap kesanggupan serta kelakuan manusia yang dijelmakan oleh manusia sebagai anggota dalam suatu pergaulan masyarakat. Dalam pengertian ini kebudayaan termasuk way of life dan way of thinking manusia. Dalam pengertian ini kebudayaan termasuk kebudayaan “materi” dan kebudayaan “rohani” (Rahmat, 1961:27).
Pandangan dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat (1975:11), kebudayaan adalah seluruh total dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah melalui suatu proses belajar.
Koentjaraningrat kemudian membagi unsur kebudayaan atas tujuh unsur yang bersifat universal:
1.Sistem relegi dan Upacara Keagamaan.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan.
4. Bahasa.
5. Kesenian.
6. Sistem mata pencaharian hidup.
7. Sistem teknologi dan peralatan.
Sistem ini dikatakan bersifat universal karena bukan hanya dimiliki oleh satu suku bangsa saja, tetapi dimiliki juga oleh suku bangsa lain, baik suku bangsa yang masih primitif maupun suku bangsa yang sudah moderen. Perbedaan yang mendasar terletak pada kadarnya. Pada masyarakat suku bangsa yang masih primitif kadar kualitas kebudayaan tersebut sangat longgar, sedangkan pada suku bangsa yang sudah moderen kadar kualitas kebudayaan itu sangat ketat dan kompetitif. Faktor perbedaan kadar ini menurut Malinowski, dikarenakan dalam kehidupannya, manusia berhadapan dengan persoalan-persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian dari persoalan tersebut, terutama dalam kaitan upaya manusia untuk mempertahankan kehidupannya. Inilah awal terbentuknya kebudayaan. Jadi berdasarkan pendapat Malinowski ini, apapun yang dilakukan manusia untuk tetap survival adalah kebudayaan.
Bagian yang paling sulit berubah adalah bagian yang pertama yaitu sistem relegi dan upacara keagamaan. Memang ada orang yang pindah agama, menukar kepercayaannya, tetapi persentasenya sedikit sekali, bila dibandingkan dengan perubahan sistem teknologi dan peralatan.
2.2 Hubungan Agama Dengan Budaya
Pakar antropologi A.L. Kroeber dan C. Kluckhon dalam sebuah artikelnya yang masyhur “Culture : a Critical Review of Concepts and Definition” yang terbit pada tahun 1952 telah menganalisis dan mengklasifikasi 179 definisi kebudayaan. Prof. H.A.R. Tilaar mwngatakan bahwa hakikat dan inti dari kebudayaan itu adalah “manusia”, dengan kata lain kebudayaan adalah ciri khas manusia. Hanya manusia yang berkebudayaan. Dalam kajian islam, penyebab utama mengapa manusia memiliki keistimewaan itu disebut karena “akal manusia yang kreatif”, yang mampu membuat gagasan-gagasan inovatif untuk mengubah dan menyempurnakan apa yang telah berhasil dilakukan dan dialaminya. Hal demikian tidak dapat dilakukan makhluk lain termasuk malaikat. Oleh karena itu yang mendapat mandate sebagai “Khalifah Allah di bumi” adalah manusia.
Hubungan antara agama dan kebudayaan memang tidak selalu harmonis. Sedikitnya ada empat kategori hubungan antara agama dengan kebudayaan, dengan meminjam formulasi  Prof. G. Van Der Leeuw sebagai berikut :
  1. Agama dan keudayaan menyatu.
  2. Agama dan kebudayaan renggang.
  3. Agama dan kebudayaan terpisah.
  4. Agama dan kebudayaan saling mengisi.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa hubungan antara agam adan kebudayaan tidak bersifat statis, tetapi berkembang secara dinamis dalam perjalanan sejarah. Walaupun pengamatan Prof. G. Van Der Leeuw tadi mencerminkan pengalaman dari masyarakat Barat modern, namun pengamatan itu dapat kita ambil manfaat juga dalam mempelajari perkembangan di Negara kita.
2.3 Islam Mencakup Agama dan Budaya
Kebudayaan atau peradaban terbentuk dari akal budi yang berada dalam jiwa manusia. Karena itu bentuk kebudayaan selalu ditentukan oleh nilai-nilai kehidupan yang diyakini dan dirasakan oleh pembentuk kebudayaan tersebut yaitu manusia. Kebudayaan atau peradaban yang berdasar pada nilai-nilai ajaran islam disebut kebudayaan islam. Dalam pandangan ajaran islam, aktivitas kebudayaan manusia harus memperoleh bimbingan agama yang diwahyukan oleh Allah SWT. Melalui para nabi dan rasulnya.
2.4 Nilai-Nilai Dasar Islam Tentang Kebudayaan
Umat islam sejak sejarah perkembangannya yang paling awal sampai pada masa kini, telah banyak menyumbangkan karya-karya besar bagi kehidupan dunia yang merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban mereka. Dalam budaya intelektual umat islam banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dibidang ilmu pengetahuan agama, seperti lahirnya tokoh-tokoh aliran dalam ilmu kalam dan karya-karya mereka, tokoh-tokoh dibidang syariat dan fiqih dikenal dengan imam-imam madzab, seperti hanafi, maliki, hambali dan syafi’i. Dalam bidang filsafat juga melahirkan para tokoh dari kalangan filsof muslim, seperti al-Kindi, al-Farabi, al-Razi, , Ibnu Rusyd, dan sebagainya. Dalam bidang tasawuf melahirkan tokoh-tokoh besar, seperti Haris al-Muhasibi, Ibnu Arabi, Dzunun al-Misri, Rubai’ah al-Adawiyah, Al-Ghazali, dan beberapa tokoh lain.
Kebudayaan islam yang melahirkan banyak ahli yang disebutkan diatas diilhami dari ayat-ayat al-Quran dan sunnah Rasulillah s.a.w karena itu keduanya merupakan sumber ilmu pengetahuan. Nilai kebudayaan islam yang harus terus dikembangkan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain: [1]Bersikap Ikhlas. [2]Berorientasi Ibadah. Dan ke[3] Semata-mata untuk kemaslahatan umat Islam..
3.1 Perbandingan Agama dan Budaya
 Agama identik dengan kebudayaan. Karena kedua-duanya merupakan pedoman betindak, sebagai petunjuk dalam kehidupan, bedanya : petunjuk agama itu dari Tuhan dan petunjuk budaya dari kesepakatan manusia. Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan (Wach, 1998:187)
Kebudayaan dan Agama sebagai proses adalah realitas yang tidak terhenti satu jejak saja. Fluiditas keduanya merupakan jejak nostalgia dari sebelumnya untuk titik tolak menuju
jejak berikut yang bersifat menambahi, merubah atau bahkan meniadakan
Dipandang dari segi budaya, semua kelompok agama di Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan agama, suku dan ras. Jika kita teliti budaya Indonesia, maka tidak dapat tidak budaya itu  terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen.
Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau  lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan dengan para leluhur menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang sangat tinggi.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan yang menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
Lapisankeempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntutbalasan yaitukasih tanpa syarat.
Disamping pengembangan budaya immaterial tersebut agama-agama juga telah berhasil mengembangkan budaya material seperti candi-candi dan bihara-bihara di Jawa tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu dan Buddha. Budaya Kristen telah mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang budaya Islam antara lain telah mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah Wangi Jawa Tengah. Masjid ini beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda dengan masjid Arab umumnya yang beratap landai. Atap tiga susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid ini tanpa kubah, benar-benar has Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan alam.
dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif
Agama dan kebudayaan merupakan dua hal yang tak dapat  dipisahkan. Ketika seorang ahli kebudayaan menjelaskan seluk beluk kebudayaan maka ia tidak akan bisa melepaskan diri dari unsure agama didalamnya. Demikian pula ketika kehidupan beragama dijelaskan, maka tidak mungkin bisa terlepas dari unsure kebudayaan. Dalam hal ini sering timbul pertanyaan yang mungkin agak sedikit membingungkan, bahwasanya apakah agama termasuk kebudayaan atau sebaliknya kebudayaanlah yang masuk dalam unsure agama ? jawabnya tergantung dari sudut mana memandangnya. Nurkholis majid menjelaskan hubungan agama dan budaya. Menurunya, agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama benilai mutlak , tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya , sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu kewaktu dari tempat ketempat. Sebagian besar budaya didasarkan pada agama , tidak pernah terjadi sebaliknya. Agama adalah bagian dari budaya, bukan sebaliknya: budaya bagian dari agama. Budaya jauh lebih luas dan kompleks dari agama. Ruang lingkup dan wilayah agama adalah sebagian dari cakupan wilayah budaya
Dengan demikian, hubungan antara agama dan kebudayan setelah bertemu atau berinteraksi dengan kebudayaan maka menimbulkan terjadinya akulturasi dan asimilasi.
A.  Akulturasi
Akulturasi adalah proses social yang timbul apabila suatu kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu berhadapan dengan unsure-unsur kebudayaan asing yang lambat laun kebudayaan asing tersebut diterima tanpa menyebabkan hilangnyaunsur-unsur kebudayaan itu sendiri. Jadi akulturasi merupakan penerimaan budaya asing yang bertemu dengan kebudayaan local tanpa menghilangkan kebudayaan local itu sendiri. Contohnya pemanggilan untuk sholat bagi orang islam adalah adzan, bagi masyarakat jawa masih belum bisa meninggalkan beduk dan kentongan sebagai kepercayan jaman dulu.
Dalam mengkaji proses akulturasi ada beberapa hal yang terkait dengan proses ini. Menurut koentjaraningrat ada lima hal :
1.    Keadan masyarakat penerima, sebelum proses akulturasi berjalan.
2.    Individu individu yang membawa unsur kebudayaan asing itu.
3.    Saluran saluran yang dipakai oleh unsure kebudayaan asing untuk masuk ke kebudayaan penerima.
4.    Bagian bagian masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsure kebudayaan asing.
5.    Reaksi dari individu yang terkena kebudayaan asing
B.  Asimilasi
Asimilasi merupakan perpaduan dua atau lebih dari kebudayaan, kemudian menjadi satu kebudayaan baru tanpa adanya unsure paksaan. Asimilasi adalah proses social yang timbul bila ada kelompok masyarakat yang berlatar belakang kebudayaan berbeda, saling bergaul secara intensif dalam waktu yang lama, sehingga membentuk kebudayaan baru. Asimilasi terjadi bila masing masing kelompok memiliki simpati dan toleransi kepada yang lainya. Contohnya kegiatan halal bihalal antara kebudayaan islam dan indonesia.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Antara agama dan kebudayaan memiliki hubungan yang erat dalam kehidupan bermasyarkat. Ketika agama baru itu muncul dalam suatu masyarakat, dalam masyarkt tersebut sudah memiliki kebiasaan atau kebudayan sendiri. Sehingga ketika agama baru itu masuk dalam suatu kelompok masyarakat yang kemudian bertemu atau berinterksi dengan kebudayaan yang ada dalam masyarakat tesebut menimbulkan proses akulturasi dan asimilasi. Yang keduanya merupakan proses yang membutuhkan rentang waktu yang lama untuk bisa menerima agama  baru tersebut.
Demikian penjelasan sedikit mengenai hubungan antara agama dan kebudayaan yang adalam kehidupan manusia.
4.1 Agama-agama sebagai aset bangsa
Dari segi budaya, agama-agama di Indonesia adalah aset bangsa, sebab agama-agama itu telah memberikan sesuatu bagi kita sebagai warisan yang perlu dipelihara. Kalau pada waktu zaman lampau agama-agama bekerja sendiri-sendiri maka dalam zaman milenium ke 3 ini agama-agama perlu bersama-sama memelihara dan mengembangkan aset bangsa tersebut. Cita-cita ini barulah dapat diwujudkan apabila setiap golongan agama menghargai legacy tersebut Tetapi yang sering terjadi adalah sebaliknya sebab kita tidak sadar tentang nilai aset itu bagi bagi pengembangan budaya Indonesia. Karena ketidak sadaran itu maka kita melecehkan suatu golongan agama sebagai golongan yang tidak pernah berbuat apa-apa. Kalaupun besar nilainya, tapi karena hasil-hasil itu bukan dari golonganku, maka kita merasa tidak perlu mensyukurinya. Lebih buruk lagi, jika ada yang berpenderian apa yang diluar kita adalah jahat dan patut dicurigai. Persoalan kita, bagaimana kita dapat menghargai monumen-monumen budaya itu sebagai milik bangsa, untuk itu kita perlu:
  1. Mengembangkan religius literacy
Tujuannya agar dalam kehidupan pluralisme keagamaan perlu dikembangkan religious literacy, yaitu sikap terbuka  terhadap agama lain yaitu dengan jalan melek agama. Pengembangan religious literacy sama dengan pemberantasan buta huruf dalam pendidikan. Kitaakui bahwa selama ini penganut agama buta huruf terhadap agama diluar yang dianutnya. Jadi perlu diadakan upaya pemberantasan buta agama, Karena buta terhadap agama lain maka orang sering tertutup dan fanatik tanpa menghiraukan bahwa ada yang baik dari agama lain. Kalau orang mengetahui agama, maka orang dapat memahami ketulusan orang yang beragama dalam penyerahan diri kepada Allah dalam kesungguhan. Sikap mengetahui agama ini membebaskan umat beragama dari sikap tingkah laku curiga antara satu dengan yang lain. Para pengkhotbah dapat berkhotbah dengan kesejukan dan keselarasan tanpa bertendensi menyerang dan menjelekkan agama lain. (Budi Purnomo, 2003).
  1. Mengembangkan legacy spiritual dari agama-agama
Telah kita ungkapkan sebelumnya tentang  legacy spiritual dari setiap agama di Indonesia. Legacy itu dapat menjadi wacana bersama menghadapi  krisis-krisis Indonesia yang multi dimensi ini. Masalah yang kita hadapi yang paling berat adalah masalah korupsi, supremasi hukum dan keadilan sosial. Berdasarkan legacy yang tersebut sebelumnya, bahwa setiap agama mempunyai modal dasar dalam menghadapi masal-masalah tersebut, tetapi belum pernah ada suatu wacana bersama-sama untuk melahirkan suatu pendapat bersama yang bersifat operasional.
Agaknya setiap kelompok agama di Indonesia sudah waktunya bersama-sama membicarakan masalah-masalah bangsa dan penanggulanganny
Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.

4.3  Faktor – faktor yang menyebabkan masyarakat menolak kebudayaan baru

Perubahan-perubahan social adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk perubahan sosial:
  1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan perubahan yang terjadi secara cepat
  2. Perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang besar pengaruhnya
  3. Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan
Faktor yang menyebabkan perubahan sosial
  1. Bertambah atau berkurangnya penduduk
  2. Penemuan-penemuan Baru
  3. Pertentangan
  4. Terjadinya Pemberontakan  atau revolusi di dalam Tubuh masyarakat itu sendiri
  5. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia
  6. Peperangan
  7. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
Faktor yang Mempengaruhi Jalannya Perubahan Sosial
1.      Kontak dengan kebudayaan lain
2.      Sistem Pendidikan Formal yang Maju
3.      Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju
4.      Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang yang bukan merupakan    delik
5.      Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat
6.      Penduduk yang heterogen
7.      Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
8.      Orientasi ke masa depan
9.      Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar umtuk memperbaiki hidupnya
Poses-Proses Perubahan Sosial:
  1. Penyesuaian Masyarakat Terhadap Perubahan
  2. Saluran-Saluran Perubahan Sosial dan Kebudayaan
  3. Disorganisasi dan Reorganisasi



DAFTRA PUSTAKA
Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Wach, Jajachim, Ilmu Perbandingan agama, Jakarta : CV Rajawali, 1984.
Mulyono Sumardi, Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta;  Pustaka Sinar Harapan, 1982.


No comments:

Post a Comment