Agama Dan Budaya
“PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN”
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
1.MIRASTI
HARTINI
2. RESI HASTIKA
3.SRI
SARTIKA
4.NURUL
KHAIRUNNISA
5.MILASI
PROGRAM
STUDI BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH BENGKULU
2013
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Agama
Kata “agama” berasal dari bahasa
Sansekerta āgama yang berarti “tradisi”. Sedangkan kata lain untuk
menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya
dengan ber-religi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama merupakan sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya
dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan tersebut. Agama juga dapat diartikan A = tidak, gama = kacau. Agama
sama dengan tidak kacau, sama dengan tentram. Atau masih dalam pengertian yang
senada dalam bahasa yang lebih sederhana, agama bertujuan memberi ketentraman
kepada pengikutnya (umat manusia) yang dikaitkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian
dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (KUBI, 1995).
1.2 Teori Evolusi Agama
Saat manusia mulai menggunakan
keahlian berfikirnya, sejak saat itu pula pemikiran mengenai sesuatu yang
“Maha” terjadi. Manusia mulai berfikir di dunia ini harus ada
sesuatu yang super yang menjadi pusat dari segalanya. Maka dapat dilihat dari
masa kemasa perkembangan tentang hal ini sangat dinamis. Tidak dapat
dipungkiri, pemikiran seperti ini menimbulkan polemik baru. Sugesti bahwa yang
memiliki kekuatan adalah yang berkuasa memaksa manusia untuk berjiwa penguasa.
Dari berbagai belahan dunia, jiwa penguasa timbul satu per satu. Hasrat ingin
menciptakan nyawa “ketuhanan” pada diri sendiri tampak begitu jelas.
Dimulai dari zaman prasejarah, saat manusia masih berkomunikasi secara
lisan tanpa mengenal tulisan. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki mereka
mulai mengimani bahwa manusia membutruhkan kekuatan besar diluar diri mereka
yang dapat mengendalikan segalanya. Maka dari itu muncullah kepercayaan-kepercayaan
primitif seperti animisme dan dinamisme. Kepercayaan yang mereka anut bukan
merupakan kepercayaan yang terstruktur. Kehidupan mereka belum mengenal suatu
aturan, undang- undang bahkan baik-buruk. Akan tetapi kepercayaan mereka
terhadap kekutan spesial yang dapat melindungi kehidupan mereka dan
keterunannya.
1.3 Tahap Evolusi
Pada konsep ini manusia mengenal dan
mulai mencari Tuhan melalui perkembangan secara evolusi. Kepercayaan yang
beredar dikalangan masyarakat berkembang berdasarkan perkemabngan dimensi waktu
dan tempat. Pada tingkatan ini manusia mempercayai tentang sesuatu kekuatan
tertentu yang memegang seluruh kendali dalam kehidupan. Yang termasuk dalam
konsep ini meliputi :
J Animisme
Kepercayaan ini berasal dari bahasa
latinanima yang berarti “roh”. Animisme adalah kepercayaan terhadap makhluk
halus atau roh nenek moyang yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat
primitif. Dalam hal komunitas ini, tempat-tempat tertentu dianggap sebagai
tempat keramat yang harus dijaga dan dihormati. Hal ini disebabkan oleh
keyakinan bahwa didalam kawasan tersebut masih bersemayam jiwa dari orang-orang
terdahulu yang akan menjaga kedamaian keturunannya dari roh jahat yang mungkin
mengganggu. bukan hanya dalam kawasan masyarakat primitif, diperkirakan
beberapa kawasan suku Dayak di Kalimantan Barat masih menganut kepercayaan ini.
J Dinamisme
Dinamisme berasal dari bahasa Yunani
dunam os yang berarti daya, kekuatan atau kekuasaan. Kepercayaan dinamisme
merupakan salah satu kepercayaan yang marak terjadi pada masa prasejarah.
Kehidupan pada masa tersebut, mencipkakan kepribadian yang selalu membutuhkan
suatu kekuatan super diluar tubuh manusia itu sendiri. Hal ini yang
mengakibatkan komunitas manusia prasejarah mulai mencari sumber kekuatan yang
akan membantu hidupnya. Mulailah mereka mencari sumber-sumber kekuatan yang
dapat membuat mereka merasa dekat dan aman ketika berada disekitarnya. Akhirnya
muncullah kepercayaan dinamisme, suatu kepercayaan yang mengimani adanya suatu
kekuatan yang terdapat didalam sebuah benda. Benda yang mereka imani memiliki
kekuatan dapat berupa pohon, api, batu, tanah, goa, bahkan manusia itu sendiri.
keyakinan ini tidak sirna seiiring berjalannya waktu. Sebagai contoh bangsa
Jepang menyembah dewa matahari yang mereka yakini memiliki kekutan luar biasa
yang dapat menyinari seluruh alam semesta dan memberikan kehidupan bagi
penghuninya.
JPolitheisme
Bangsa di dunia yang menganut
kepercayaan potheisme adalah bangsa Yunani. Dalam kehidupan masyarakatnya
mereka mengenal kekutan luar biasa yang berada dalam wujud dewa. Bangsa Yunani
meyakinibanyak dewa. Dewa – dewa Yunani kuno tersebut diberi nama sesuai dengan
kekuatan, kekuasaa, dan tempat tinggalnya. Tempat tinggal dewa tersebut
terdapat di langit, lautan, bumu, dan alam baka. Salah satu dewa yang dikenal
memiliki kekuatan paling besar yaitu dewa Zeus. Selain itu terdapat dewa-dewi
lain seperti Hera (dewi pernikahan), Hebe (dewi kaum muda), Eris (dewi
perselisihan) dan Eileithyia (dewi kelahiran).
J Monotheisme
Monoteisme berasal dari kata Yunani,monon yang berarti tunggal danTheos
yang berarti Tuhan. Monotheisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu tunggal dan
berkuasa penuh atas segala sesuatu. Kebanyakan kaum monoteis akan mengatakan
bahwa monoteisme pasti berlawanan dengan politeisme. Namun pada kenyataannya,
pemeluk politeisme sering berlaku selayaknya kaum monoteisme. Ini disebabkan
karena keyakinan akan tuhan yang banyak itu tidak berarti bahwa mereka
menyembah banyak tuhan. Secara historis, banyak pemeluk politeis percaya akan
keberadaan banyak tuhan, tetapi mereka hanya menyembah satu saja, yang dianggap
oleh si pemeluk itu sebagai Tuhan yang Maha Tinggi.
1.4 Tahap
Manusia Mulai mengenal Agama
First stage adalah tahap agraris dimana pada awal manusia berada di bumi,
mula mula manusia berorientasi terhadap medan operasionalnya yang bernama alam
atau lingkungan tempat nya tinggal. Pada tahap pertama ini, manusia belum
mengenal Allah hanya mengenal alam, lalu Allah menyatakan “ Tuhan lah yang
telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan hujan dari langit, lalu dengan
air hujan itu Dia mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu “
Maka sadarlah manusia bahwa ternyata ada Sang Penguasa yang telah
menciptakan langit, bumi serta menurunkan hujan. Dengan air hujan itu pepohonan
bisa tumbuh dan berbuah, lalu manusia tinggal memakannya. Pada saat itu manusia
masih dalam tahap dilayani Tuhan, suatu tahapan ketika manusia masih bergantung
pada suplemen alam. Untuk mencari makan, mereka berpindah pindah dari satu tempat
ke tempat lainnya ( dosen sejarah di kampus tersebut menyebutnya zaman nomaden.
Ini merupakan zaman pengembaraan manusia yang pertama.
Lalu Tuhan menurunkan ilmu-Nya kepada manusia. Dengan menatap kenyataan,
melihat sebutir biji yang jatuh ke tanah ternyata bisa tumbuh lagi, maka akal
manusia mulai berkembang. Dia mulai berkreasi sehingga timbullah proses
agraris. Pada tahap pertama ini, ada perkembangan aktivitas dari mencari
tanaman menjadi bercocok tanam dan dari berburu menjadi beternak.
Pada waktu siang hari , tatkala
matahari menyoroti detail kehidupan, saat itu adalah waktu untuk melakukan
“safari eksternal “ , berjalan ke luar menjelajah alam untuk mengenal,
mendayagunakan dan mengembangkan ciptaan-ciptaan Tuhan sebagai wujud dari tanda
tanda bekas sujudnya Pada waktu malam hari, saatnya kita harus kembali ke dalam
diri sendiri, melakukan “ safari internal”. Ketika kita selalu mengetuk pintu
rumah Tuhan dan melakukan dialogue yang intim dan mesra dengan Pencipta alam
semesta. Tatkala kita menatap langit, kita temukan bintang-bintang bertebaran .
Bumi kita adalah salah satu planet dari sebuah bintang yang bernama matahari.
Sedangkan matahari merupakan salah satu bintang yang berada di pinggir sebuah
galaxy. Galaxy yang lain jutaan kali lebih besar. Seketika tumbuhlah kesadaran
betapa kecilnya manusia jika dibandingkan dengan semesta alam. Lalu kita pun
tunduk dengan suka cita syukur di malam malam yang indah sambil memuji Namanya.
Dengan menundukkan malam untuk dipakai menemui –NYA berarti ada kehidupan baru
yang bernama “ kehidupan malam” sebuah kehidupan untuk “ menggali diri ke
kedalaman tak bertepi “.
Tuhanpun berkata pada kita bahwa Dia telah memberikan segala sesuatu yang
kita butuhkan, sejak kita berada di tahap agraris sampai pada tahap eksplorasi.
Saat nya sekarang kita tidak lagi berbicara dengan hujan yang menumbuhkan
tumbuh2an. Kita tidak lagi berbicara dengan samudera yang membawa kita
bertamasya keliling dunia. Kita tidak lagi berbicara dengan sungai-sungai yang
mampu membangkitkan listrik, dengan matahari dan planet2. Tetapi kita telah
mampu berbicara dengan yang lebih lembut dan yang meliputi semua itu. Kita
sedang berbicara dengan yang merencanakan, menciptakan, dan menjalankan semua
itu. Kita telah mampu berbicara dengan Tuhan. Itulah tahap akhir, yaitu tahap
spiritualis atau tahap agama. Tahap dimana merupakan tahap kehidupan tertinggi.
Kedudukannya menurut Al-Quran dan kitab suci lainnya diletakkan setelah tahap
penundukkan matahari dan bulan, yaitu tahap eksplorasi.
2.1 Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan dalam bahasa
Indonesia, berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, kata ini bentuk
jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Maka dengan demikian
kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Maka kebudayaan
adalah segala hasil dari cipta, karsa dan rasa (Koentjaraningrat, 19?: hal 80).
Ada beberapa definisi tentang asal
mula kebudayaan, misalnya menurut E.B. Tylor, kebudayaan adalah keseluruhan
kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, tata cara
dan kemampuan apa saja lainnya, kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
Kemudian ada lagi yang mendefisikan
kebudayaan adalah suatu yang lahir karena adanya pergaulan manusia. Ia
merupakan suatu kumpulan yang termasuk di dalamnya adat istiadat, ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, achlak, hukum dan tiap-tiap kesanggupan
serta kelakuan manusia yang dijelmakan oleh manusia sebagai anggota dalam suatu
pergaulan masyarakat. Dalam pengertian ini kebudayaan termasuk way of life dan
way of thinking manusia. Dalam pengertian ini kebudayaan termasuk kebudayaan
“materi” dan kebudayaan “rohani” (Rahmat, 1961:27).
Pandangan dikemukakan oleh
Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat (1975:11), kebudayaan adalah seluruh
total dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada
nalurinya, karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah melalui suatu
proses belajar.
Koentjaraningrat kemudian membagi unsur kebudayaan atas tujuh unsur yang
bersifat universal:
1.Sistem relegi dan Upacara Keagamaan.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan.
4. Bahasa.
5. Kesenian.
6. Sistem mata pencaharian hidup.
7. Sistem teknologi dan peralatan.
Sistem ini dikatakan bersifat
universal karena bukan hanya dimiliki oleh satu suku bangsa saja, tetapi
dimiliki juga oleh suku bangsa lain, baik suku bangsa yang masih primitif
maupun suku bangsa yang sudah moderen. Perbedaan yang mendasar terletak pada
kadarnya. Pada masyarakat suku bangsa yang masih primitif kadar kualitas
kebudayaan tersebut sangat longgar, sedangkan pada suku bangsa yang sudah
moderen kadar kualitas kebudayaan itu sangat ketat dan kompetitif. Faktor
perbedaan kadar ini menurut Malinowski, dikarenakan dalam kehidupannya, manusia
berhadapan dengan persoalan-persoalan yang meminta pemecahan dan penyelesaian
dari persoalan tersebut, terutama dalam kaitan upaya manusia untuk
mempertahankan kehidupannya. Inilah awal terbentuknya kebudayaan. Jadi
berdasarkan pendapat Malinowski ini, apapun yang dilakukan manusia untuk tetap
survival adalah kebudayaan.
Bagian yang paling sulit berubah
adalah bagian yang pertama yaitu sistem relegi dan upacara keagamaan. Memang
ada orang yang pindah agama, menukar kepercayaannya, tetapi persentasenya
sedikit sekali, bila dibandingkan dengan perubahan sistem teknologi dan
peralatan.
2.2 Hubungan Agama Dengan Budaya
Pakar antropologi A.L. Kroeber dan
C. Kluckhon dalam sebuah artikelnya yang masyhur “Culture : a Critical Review
of Concepts and Definition” yang terbit pada tahun 1952 telah menganalisis dan
mengklasifikasi 179 definisi kebudayaan. Prof. H.A.R. Tilaar mwngatakan bahwa
hakikat dan inti dari kebudayaan itu adalah “manusia”, dengan kata lain
kebudayaan adalah ciri khas manusia. Hanya manusia yang berkebudayaan. Dalam
kajian islam, penyebab utama mengapa manusia memiliki keistimewaan itu disebut
karena “akal manusia yang kreatif”, yang mampu membuat gagasan-gagasan inovatif
untuk mengubah dan menyempurnakan apa yang telah berhasil dilakukan dan
dialaminya. Hal demikian tidak dapat dilakukan makhluk lain termasuk malaikat.
Oleh karena itu yang mendapat mandate sebagai “Khalifah Allah di bumi” adalah
manusia.
Hubungan antara agama dan kebudayaan
memang tidak selalu harmonis. Sedikitnya ada empat kategori hubungan antara
agama dengan kebudayaan, dengan meminjam formulasi Prof. G. Van Der Leeuw
sebagai berikut :
- Agama
dan keudayaan menyatu.
- Agama
dan kebudayaan renggang.
- Agama
dan kebudayaan terpisah.
- Agama
dan kebudayaan saling mengisi.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa hubungan antara agam adan kebudayaan
tidak bersifat statis, tetapi berkembang secara dinamis dalam perjalanan
sejarah. Walaupun pengamatan Prof. G. Van Der Leeuw tadi mencerminkan
pengalaman dari masyarakat Barat modern, namun pengamatan itu dapat kita ambil
manfaat juga dalam mempelajari perkembangan di Negara kita.
2.3 Islam Mencakup Agama dan Budaya
Kebudayaan atau peradaban terbentuk
dari akal budi yang berada dalam jiwa manusia. Karena itu bentuk kebudayaan
selalu ditentukan oleh nilai-nilai kehidupan yang diyakini dan dirasakan oleh
pembentuk kebudayaan tersebut yaitu manusia. Kebudayaan atau peradaban yang
berdasar pada nilai-nilai ajaran islam disebut kebudayaan islam. Dalam
pandangan ajaran islam, aktivitas kebudayaan manusia harus memperoleh bimbingan
agama yang diwahyukan oleh Allah SWT. Melalui para nabi dan rasulnya.
2.4 Nilai-Nilai Dasar Islam Tentang Kebudayaan
Umat islam sejak sejarah
perkembangannya yang paling awal sampai pada masa kini, telah banyak
menyumbangkan karya-karya besar bagi kehidupan dunia yang merupakan bagian dari
kebudayaan dan peradaban mereka. Dalam budaya intelektual umat islam banyak
melahirkan tokoh-tokoh besar dibidang ilmu pengetahuan agama, seperti lahirnya
tokoh-tokoh aliran dalam ilmu kalam dan karya-karya mereka, tokoh-tokoh
dibidang syariat dan fiqih dikenal dengan imam-imam madzab, seperti hanafi,
maliki, hambali dan syafi’i. Dalam bidang filsafat juga melahirkan para tokoh
dari kalangan filsof muslim, seperti al-Kindi, al-Farabi, al-Razi, , Ibnu
Rusyd, dan sebagainya. Dalam bidang tasawuf melahirkan tokoh-tokoh besar,
seperti Haris al-Muhasibi, Ibnu Arabi, Dzunun al-Misri, Rubai’ah al-Adawiyah,
Al-Ghazali, dan beberapa tokoh lain.
Kebudayaan islam yang melahirkan
banyak ahli yang disebutkan diatas diilhami dari ayat-ayat al-Quran dan sunnah
Rasulillah s.a.w karena itu keduanya merupakan sumber ilmu pengetahuan. Nilai
kebudayaan islam yang harus terus dikembangkan dan diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat, antara lain: [1]Bersikap Ikhlas. [2]Berorientasi Ibadah. Dan
ke[3] Semata-mata untuk kemaslahatan umat Islam..
3.1 Perbandingan
Agama dan Budaya
Agama identik dengan kebudayaan. Karena
kedua-duanya merupakan pedoman betindak, sebagai petunjuk dalam kehidupan,
bedanya : petunjuk agama itu dari Tuhan dan petunjuk budaya dari kesepakatan
manusia. Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang
immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap
Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka
memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan (Wach, 1998:187)
Kebudayaan
dan Agama sebagai proses adalah realitas yang tidak terhenti satu jejak saja.
Fluiditas keduanya merupakan jejak nostalgia dari sebelumnya untuk titik tolak
menuju
jejak berikut yang bersifat menambahi, merubah atau bahkan meniadakan
jejak berikut yang bersifat menambahi, merubah atau bahkan meniadakan
Dipandang dari segi budaya, semua kelompok agama di
Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa
memandang perbedaan agama, suku dan ras. Jika kita teliti budaya Indonesia,
maka tidak dapat tidak budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu
diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen.
Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki
ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada
atau lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak,
agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus agama
suku adalah berkaitan dengan para leluhur menyebabkan terdapat solidaritas
keluarga yang sangat tinggi.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan
peradapan yang menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman
maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan
sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha, yang telah
mewariskan nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan
itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan
keutamaan.
Lapisankeempat adalah agama Islam yang telah
menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui syari’ah,
ketaatan melakukan shalat dalam lima waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan
mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf
nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik
maupun Protestan. Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar
manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan
sebab kasih ini tidak menuntutbalasan yaitukasih tanpa syarat.
Disamping pengembangan budaya immaterial tersebut
agama-agama juga telah berhasil mengembangkan budaya material seperti
candi-candi dan bihara-bihara di Jawa tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu
dan Buddha. Budaya Kristen telah mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang
budaya Islam antara lain telah mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah
Wangi Jawa Tengah. Masjid ini beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda
dengan masjid Arab umumnya yang beratap landai. Atap tiga susun itu
menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid ini tanpa kubah, benar-benar has
Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan alam.
dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan
agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai
hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup
pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif
Agama dan kebudayaan merupakan dua hal yang tak
dapat dipisahkan. Ketika seorang ahli kebudayaan menjelaskan seluk beluk
kebudayaan maka ia tidak akan bisa melepaskan diri dari unsure agama
didalamnya. Demikian pula ketika kehidupan beragama dijelaskan, maka tidak
mungkin bisa terlepas dari unsure kebudayaan. Dalam hal ini sering timbul
pertanyaan yang mungkin agak sedikit membingungkan, bahwasanya apakah agama
termasuk kebudayaan atau sebaliknya kebudayaanlah yang masuk dalam unsure agama
? jawabnya tergantung dari sudut mana memandangnya. Nurkholis majid menjelaskan
hubungan agama dan budaya. Menurunya, agama dan budaya adalah dua bidang yang
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama benilai mutlak , tidak
berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya , sekalipun
berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu kewaktu dari tempat ketempat.
Sebagian besar budaya didasarkan pada agama , tidak pernah terjadi sebaliknya.
Agama adalah bagian dari budaya, bukan sebaliknya: budaya bagian dari agama.
Budaya jauh lebih luas dan kompleks dari agama. Ruang lingkup dan wilayah agama
adalah sebagian dari cakupan wilayah budaya
Dengan demikian, hubungan antara agama dan kebudayan
setelah bertemu atau berinteraksi dengan kebudayaan maka menimbulkan terjadinya
akulturasi dan asimilasi.
A. Akulturasi
Akulturasi adalah proses social yang timbul apabila
suatu kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu berhadapan dengan
unsure-unsur kebudayaan asing yang lambat laun kebudayaan asing tersebut
diterima tanpa menyebabkan hilangnyaunsur-unsur kebudayaan itu sendiri. Jadi
akulturasi merupakan penerimaan budaya asing yang bertemu dengan kebudayaan
local tanpa menghilangkan kebudayaan local itu sendiri. Contohnya pemanggilan
untuk sholat bagi orang islam adalah adzan, bagi masyarakat jawa masih belum
bisa meninggalkan beduk dan kentongan sebagai kepercayan jaman dulu.
Dalam mengkaji proses akulturasi ada beberapa hal yang
terkait dengan proses ini. Menurut koentjaraningrat ada lima hal :
1.
Keadan masyarakat penerima, sebelum proses akulturasi berjalan.
2.
Individu individu yang membawa unsur kebudayaan asing itu.
3.
Saluran saluran yang dipakai oleh unsure kebudayaan asing untuk masuk ke
kebudayaan penerima.
4.
Bagian bagian masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsure kebudayaan
asing.
5.
Reaksi dari individu yang terkena kebudayaan asing
B. Asimilasi
Asimilasi merupakan perpaduan dua atau lebih dari
kebudayaan, kemudian menjadi satu kebudayaan baru tanpa adanya unsure paksaan.
Asimilasi adalah proses social yang timbul bila ada kelompok masyarakat yang
berlatar belakang kebudayaan berbeda, saling bergaul secara intensif dalam
waktu yang lama, sehingga membentuk kebudayaan baru. Asimilasi terjadi bila
masing masing kelompok memiliki simpati dan toleransi kepada yang lainya.
Contohnya kegiatan halal bihalal antara kebudayaan islam dan indonesia.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan
agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai
hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup
pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Antara agama dan kebudayaan memiliki hubungan yang
erat dalam kehidupan bermasyarkat. Ketika agama baru itu muncul dalam suatu
masyarakat, dalam masyarkt tersebut sudah memiliki kebiasaan atau kebudayan
sendiri. Sehingga ketika agama baru itu masuk dalam suatu kelompok masyarakat
yang kemudian bertemu atau berinterksi dengan kebudayaan yang ada dalam
masyarakat tesebut menimbulkan proses akulturasi dan asimilasi. Yang keduanya
merupakan proses yang membutuhkan rentang waktu yang lama untuk bisa menerima
agama baru tersebut.
Demikian penjelasan sedikit mengenai hubungan antara
agama dan kebudayaan yang adalam kehidupan manusia.
4.1 Agama-agama sebagai aset bangsa
Dari segi
budaya, agama-agama di Indonesia adalah aset bangsa, sebab agama-agama itu
telah memberikan sesuatu bagi kita sebagai warisan yang perlu dipelihara. Kalau
pada waktu zaman lampau agama-agama bekerja sendiri-sendiri maka dalam zaman
milenium ke 3 ini agama-agama perlu bersama-sama memelihara dan mengembangkan
aset bangsa tersebut. Cita-cita ini barulah dapat diwujudkan apabila setiap
golongan agama menghargai legacy tersebut Tetapi yang sering terjadi adalah
sebaliknya sebab kita tidak sadar tentang nilai aset itu bagi bagi pengembangan
budaya Indonesia. Karena ketidak sadaran itu maka kita melecehkan suatu
golongan agama sebagai golongan yang tidak pernah berbuat apa-apa. Kalaupun
besar nilainya, tapi karena hasil-hasil itu bukan dari golonganku, maka kita
merasa tidak perlu mensyukurinya. Lebih buruk lagi, jika ada yang berpenderian
apa yang diluar kita adalah jahat dan patut dicurigai. Persoalan kita,
bagaimana kita dapat menghargai monumen-monumen budaya itu sebagai milik
bangsa, untuk itu kita perlu:
- Mengembangkan religius literacy
Tujuannya
agar dalam kehidupan pluralisme keagamaan perlu dikembangkan religious
literacy, yaitu sikap terbuka terhadap agama lain yaitu dengan jalan
melek agama. Pengembangan religious literacy sama dengan pemberantasan buta
huruf dalam pendidikan. Kitaakui bahwa selama ini penganut agama buta huruf
terhadap agama diluar yang dianutnya. Jadi perlu diadakan upaya pemberantasan
buta agama, Karena buta terhadap agama lain maka orang sering tertutup dan
fanatik tanpa menghiraukan bahwa ada yang baik dari agama lain. Kalau orang
mengetahui agama, maka orang dapat memahami ketulusan orang yang beragama dalam
penyerahan diri kepada Allah dalam kesungguhan. Sikap mengetahui agama ini
membebaskan umat beragama dari sikap tingkah laku curiga antara satu dengan
yang lain. Para pengkhotbah dapat berkhotbah dengan kesejukan dan keselarasan
tanpa bertendensi menyerang dan menjelekkan agama lain. (Budi Purnomo, 2003).
- Mengembangkan legacy spiritual
dari agama-agama
Telah kita
ungkapkan sebelumnya tentang legacy spiritual dari setiap agama di
Indonesia. Legacy itu dapat menjadi wacana bersama menghadapi
krisis-krisis Indonesia yang multi dimensi ini. Masalah yang kita hadapi yang
paling berat adalah masalah korupsi, supremasi hukum dan keadilan sosial.
Berdasarkan legacy yang tersebut sebelumnya, bahwa setiap agama mempunyai modal
dasar dalam menghadapi masal-masalah tersebut, tetapi belum pernah ada suatu
wacana bersama-sama untuk melahirkan suatu pendapat bersama yang bersifat
operasional.
Agaknya
setiap kelompok agama di Indonesia sudah waktunya bersama-sama membicarakan
masalah-masalah bangsa dan penanggulanganny
Telah kita
ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga
berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di
Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam
melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara
kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga
kelestariannya.Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat
dengan budaya sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan
perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut
mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang
menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap
terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
4.3
Faktor – faktor yang menyebabkan masyarakat menolak kebudayaan baru
Perubahan-perubahan
social adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilakuan di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk
perubahan sosial:
- Perubahan yang terjadi secara
lambat dan perubahan yang terjadi secara cepat
- Perubahan yang pengaruhnya
kecil dan perubahan yang besar pengaruhnya
- Perubahan yang dikehendaki atau
direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan
Faktor
yang menyebabkan perubahan sosial
- Bertambah atau berkurangnya
penduduk
- Penemuan-penemuan Baru
- Pertentangan
- Terjadinya Pemberontakan
atau revolusi di dalam Tubuh masyarakat itu sendiri
- Sebab-sebab yang berasal dari
lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia
- Peperangan
- Pengaruh Kebudayaan Masyarakat
Lain
Faktor
yang Mempengaruhi Jalannya Perubahan Sosial
1.
Kontak dengan kebudayaan lain
2.
Sistem Pendidikan Formal yang Maju
3.
Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju
4.
Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang yang bukan
merupakan delik
5.
Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat
6.
Penduduk yang heterogen
7.
Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu
8.
Orientasi ke masa depan
9.
Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar umtuk memperbaiki hidupnya
Poses-Proses
Perubahan Sosial:
- Penyesuaian Masyarakat Terhadap
Perubahan
- Saluran-Saluran Perubahan
Sosial dan Kebudayaan
- Disorganisasi dan Reorganisasi
DAFTRA PUSTAKA
Geertz,
Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Wach,
Jajachim, Ilmu Perbandingan agama, Jakarta : CV Rajawali, 1984.
Mulyono
Sumardi, Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, Jakarta; Pustaka
Sinar Harapan, 1982.

No comments:
Post a Comment